Jumat, 31 Mei 2013

Do'a-do'a Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah


~ Do'a-do'a Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah ~



Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

            Saat menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.

            Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hambali dalam kitabnya Mashaaib al-Insan min Makaa-id al-Syaithan pada Bab ke-22 mengupas tentang usaha setan untuk menyesatkan orang mukmin pada saat kematian. Dalam bab tersebut, beliau menukilkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya bahwa  Iblis berkata kepada bala tentaranya pada saat kematian manusia: Berusahalah saat sekarang, karena jika kalian gagal tidak akan ada kesempatan lagi.

           Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah dan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia, dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)

Abdullah bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam  keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan, ‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab, ‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan, ‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya benar-benar meninggal’.”

Abu Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia adalah sebaik-baik agama.”

Maka menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud dengan firman Allah,


رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا    


Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)

Maksudnya, Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa kurun waktu.

         Jika Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman Allah,

وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal. 277-278)

Oleh sebab itu penting sekali kita meminta keteguhan kepada Allah dan dilindungi dari kesesatan khususnya saat sakaratul maut, karena amal-amal kita ditentukan pada penutupnya.

Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah, di antaranya:

1. Do'a agar diwafatkan di atas Islam:
   - Do'a Nabi Yusuf 'Alaihis Salam:

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)

 - Do'a tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ


Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)

2. Do'a diteguhkan di atas hidayah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: 8)

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)

3. Do'a agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian,  keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)

Makna berlindung dari penyesatan syetan ketika datang kematian adalah dikuasai olehnya ketika berpisah dari dunia sehingga setan berhasil menyesatkannya, menghalanginya dari taubat, menghambatnya dari memperbaiki dirinya dan meninggalkan kezaliman yang telah diperbuat sebelumnya. Atau menjadikannya putus asa dari rahmat Allah, membenci kematian dan berat meninggalkan dunia sehingga dia tidak ridha dengan ketentuan Allah padanya berupa kematian dan berpindah ke negeri akhirat. Akibatnya dia mengakhiri hidupnya dengan keburukan dan bertemu Allah dalam kondisi murka kepadanya. (Disarikan dari keterangan Imam al-Khathabi dalam Hasyiyah al-Suyuthi).

Penutup
Sesungguhnya akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan, insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut. Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan, atau bahkan sengaja menyimpang, kesempatan taubat sering disia-siakan dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.
Selain itu, jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan memohon kepada Allah hidayah dan keteguhan sampai ajal menjemput. Allah Mahakuasa terhadap alam semesta untuk menyesatkan atau memberi petunjuk. Jangan tertipu oleh banyaknya amal shalih seorang semua itu menjamin keselamatan sehingga merasa tak butuh kepada Allah. semoga doa-doa di ata dapat membantu kita mengamalkan doa yang berisi permintaan khusnul khatimah. Wallahu Ta’ala a’lam.


* Semoga Bermanfaat .. Amin
Salam Ukhuwah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid




Do'a Wirid setelah sholat


a. Membaca Istighiar 3 kali:
ASTAGHFIRULLAAHAL 'AZHIIM ALLADZIILAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUM W A ATUUBU ILAIH (3x kali).

Artinya;
       "Aku memohon ampun kepada Allah, Yang Maha Agung, yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), dan aku bertaubat kepada-Nya."


b. Membaca:

LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHUU LAA SYARDKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYH WA YUMIITU WA HUWA' ALAA KULLI SYAI'IN QADHR. (10x kali ).
Artinya
       " Tidak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya-lah kerajaan, dan bagi-Nya-lah segala pujian. Ia menghidupkan dan mematikan, dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu."

c. Membaca:

ALLAAHUMMA AJIRNII MINANNAAR (3x kali).

Artinya:
        "Wahai Allah! Lindungilah aku dari api neraka"


d. Membaca:

ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM, WA MIN KAS SALAAM, WA ILAIKA YA 'UUDUS SALAAM, FAHAYYINAA RABBANAA BIS SALAAM, WA ADKHILNAL JANNATA DAARAS SALAAM, TABAARAKTA RABBANAA WA TA'AALAITA YAA DZAL IALAALIWALIKRAAM.

Artinya:
        "Wahai Allah! Engkaulah (pemilik) kedamaian, dari Engkaulah kedamaian, dan kepada Engkaulah kembalinya kedamaian. Oleh karena itu hidupkanlah kami, wahai Tuhan kami, dengan penuh kedamaian. Masukkanlah kami ke dalam surga, tempat kedamaian. Engkau, ya Tuhan kami, Maha Suci dan Maha Tinggi, wahai Zat Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan!"


e. Membaca:
ALLAAHUMMA LAA M A ANI' A LIMA A A'THAITA, WALAA MU'THIYA LIMA A MANA'TA. WALAA RAADDA LI MAA OADHAITA WALAA YANFA'U DZALJADDI MINKAL JADDU.

Artinya:
         "Wahai Allah! Tak ada yang dapat mencegah terhadap apa yang telah Kau berikan. Tak ada yang dapat memberikan terhadap apa yang telah Kau cegah. Tak ada yang dapat menolak terhadap apa yang telah Kau tetapkan. Dan kemuliaan seseorang tak berguna baginya, hanya dari Engkaulah kemuliaan itu."

f. Membaca isti'adzah dan surat Al-Fatihah

g. Membaca surat Al-Ikhlash

h. Membaca surat Al-Falaq

i. Membaca surat An-Naas

j. Membaca:


WA ILAAHUKUM ILAAHUW WAAHIDUL LAA ILAAHA ILLAA HUWAR RAHMAANURRAHIIM.

Artinya:
        "Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, tak ada Tuhan kecuai Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."


k. Membaca ayat kursi :

ALLAAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QAY-YUUM. LAA T A' KHUBZUHUU SINATUW WALAA NAUM. LAHUU MAA FISSAMAAWAATIWAMAA FIL ARDH. MAN DZAL LADZII YASYFA'U 'INDAHUU ILLAA BI IDZNIH. YA'LAMU MAA BAINA AYDIIHIM WAMAA KHALFA HUM. WALAA YUHIITHUUNA BISYAI'IN MIN 'ILMIHII ILLAA BIMAA S YA A' WASI'A KURSIYYUHUS SAMAA-WAATI WAL ARDHA WALAA YA'UUDUHUU HIFZHU-HUMAA WA HUWAL 'ALIYYUL 'AZHIIM.

Artinya:
          "Allah, tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Hidup kekal dan terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Ia tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di langit dan di bumi. Tak ada yang dapat memberi syafaat (pertolongan) di sisi Allah tanpa izin-Nya. Ia mengetahui apa saja yang ada di depan dan di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah selain yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".


Dilanjutkan dengan:

AAMANAR RASUULU BIMAA 'UNZILA 'ILAIHI MIR RABBIHIWAL MU'MINUUNA KULLUN AAMANA BILLAA-HI WA M ALA A' IKATIHII WA KUTUBIHII WA RUSULIHII LAA NUFARRIQU BAINA AHADIM MIR RUSULIHII WA QAALUU SAMI'NAA WA 'ATHA'NAA GHUFRAANAKA RABBANAA WA 'ILAIKAL MASHIIRU.

Artinya:
         "Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan) : "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan : "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa) : "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan hanya kepada Engkau-lah tempat kembali."


Dilanjutkan dengan:
LAA YUKALLIFULLAAHU NAFSAN ILLAA WUS'AHAA. LAHAA MAA KASABAT WA 'ALAIHAA MAKTASABAT. RABBANAA LAA TU' A AKHIDZN A A IN NASIINAA AU 'AKHTHA'NAA. RABBANAA WA LAA TAHMIL 'ALAINAA 'ISHRAN KAMAA HAMALTAHUU 'ALAL LADZIINA MIN QABLINAA. RABBANAA WA LAA TU H A M MIL N A A MAA LAA THAAQATA LANAA BIHII WA'FU 'ANNAA WAGHFIR LANAA WARHAMNAA ANTA MAULAANAA FANSHUR-NAA 'ALAL QAUMIL KAAFIRIINA.

Artinya:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang dilakukannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa) : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tak sanggup memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkau Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Dilanjutkan dengan:

S YAHIDALLAAHU ANNAHUU LAAILAAHAILLAA HUWA WAL MALAA'IKATU WA ULUL 'ILMI QAA'IMAM BIL QISTHI LAA ILAAHA ILLAA HUWAL 'AZIIZUL HAKIIM. INNAD DIINA INDALLAAHIL ISLAAM.

Artinya:
         "Allah menyatakan bahwa tak ada Tuhan kecuali Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan kecuali Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam."

Dilanjutkan dengan:

QULILLAAHUMMA MAALIKAL MULKI, TU'TIL MULKA MAN TASYAA'U WATANZI'UL MULKA MIM MAN TASYAA'U. WATU'IZZU MAN TASYAA'U WATUDZILLU MAN TASYAA'U. BIYADIKAL KHAIRU, INNAKA 'AL A A KULLI SYAI'IN QADIIR.

Artinya:
          "Katakanlah: Wahai Tuhan Yang Mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkaumuliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Dilanjutkan dengan:

TUULIJUL LAILA FINNAHAARIWA TUULIJUN NAHAARA FILLAILL W ATU KHRIJUL HA YY A MINALMAYYITI, WA TUKHRIJUL MAYYITA MIN AL HAYYI. WA TARZUQU MAN TASYAA'U BIGHAIRIHISAAB,

Artinya:
          "Engkau masukkan malam ke dalam siang, dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa saja yang Engkau Kehendaki tanpa hisab."

l. Membaca :

SUBHAANALLAAH33X

 (Maha Suci Allah)


ALHAMDU LILLAAH33X

(Segala puji bagi Allah)


ALLAAHU AKBAR 33X

(Allah Maha Besar)


ALLAAHU AKBARU KABIRAW WALHAMDU LILLAAHI KATSIRAW WA SUBHAANALLAAHI BUKRATAW WA ASHIILAA LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH ILAAHA W WAAHIDAW WARABBAN SYAAHIDAW WANAHNU LAHU MUSLiMUUN.


Artinya:
         "Allah Maha Besar, Maha Sempurna Kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah, pujian yang sebanyak-banyaknya. Dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang. Tak ada Tuhan kecuali Allah sendiri, tak ada sekutu bagi-Nya, Tuhan Yang Esa, dan Tuhan Yang Maha Menyaksikan, dan kepada-Nya kami berserah diri."

m. Membaca:

ASTAGHFIRULLAAHAL 'AZHIIM 3X


AFDHALUDZ DZIKRI FA'L AM ANNAHUU


LAA ILAAHA ILLALLAAH 3X

 Ketahuilah bahwa d zikir yang paling utama adalah kalimat

'LAA ILAAHA ILLALLAAH' (Tak ada Tuhan kecuali Allah)."


LAA ILAAHA ILLALLAAH 100X


n. Membaca:

LAA ILAAHA ILLALLAAHU MUHAMMADUR RASUU-LULLAAH, SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAMA.

Artinya:
         "Tak ada Tuhan kecuali Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Semoga Allah memberi rahmat dan kesejahteraan kepadanya".

بِاسْمِكَ رَبِّي وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِكَ أَْرْفَعَُهُ فَإِن أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَارْحَمْهَا وَإِنْ أَرْْ سَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحيْنَ


Artinya:
        “Dengan menyebut nama-Mu, wahai Tuhanku, aku baringkan lambungku; dan dengan menyebut nama-Mu, aku angkat lambungku. Jika Engkau ambil nyawaku, kasihanilah dia; dan jika Engkau lepaskan, peliharalah dia dengan cara yang Engkau lakukan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

اَللّهُمَّ قِنِيْ عَدَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَك

Artinya:
         “Ya Allah, peliharalah diriku dari siksa-Mu pada saat Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu.” (3X) (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي اَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَآوَانَا


Artinya:
          “Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memberi makan dan minum kepada kami, mencukupkan, dan memberi perlindungan kepada kami,…” (HR. Muslim)




* Semoga Bermanfaat .. Amin
Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid













































Kamis, 30 Mei 2013

Janji Menjadi Istri di Dunia dan Akhirat

           Nama perempuan shalihah ini, Hujaimah binti Huyai. Suaminya adalah Abu Darda, sahabat Rasulullah yang mulia. Karena itulah ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Darda. Gelar As-Shughra tersemat di belakang namanya karena ia dinikahi setelah Ummu Darda Al Kubra, istri pertama Abu Darda yang juga shahabiyah, wafat.
           Sebenarnya Hujaimah anak angkat Abu Darda. Sejak kecil, Hujaimah yang yatim diasuh dan dididik oleh Abu Darda. Gadis kecil ini selalu diajak Abu Darda menghadiri majelis-majelis ilmu, duduk bersama para lelaki untuk mempelajari Al-Qur’an, langsung dari para sahabat Rasulullah dan ulama. Tak heran bila Hujaimah mahir membaca Qur’an serta tumbuh menjadi gadis remaja yang cerdas dan berakhlak mulia.
           Menikah dengan Abu Darda membuat Hujaimah dapat belajar langsung dari sang suami. Karena cinta dan kekagumannya pada suami, ia selalu berdo'a agar tak hanya didunia ia menjadi istri Abu Darda. Kelak diakhirat, ia ingin dinikahkan Allah dengan suaminya itu.
Mengetahui perasaan dan keinginan istrinya, Abu Darda berpesan, “Bila memang itu keinginanmu, maka bila aku meninggal lebih dulu, janganlah kamu menikah dengan orang lain lagi.”
Janji ini ditepati Ummu Darda. Sepeninggal Abu Darda (wafat pada 32 H), lamaran yang datang kepadanya tak satu pun ia terima. Ia memilih menjalani hari-harinya dengan memperdalam dan menyebarkan ilmunya, serta menghabiskan waktu dengan zikir dan ibadah.
           Nama Ummu Darda menggaung sebagai perempuan ahli fikih dan meriwayatkan hadits-hadits dari suaminya. Kezuhudannya pun amat dikenal. Muridnya tak hanya kaum perempuan, ulama terkemuka di kalangan tabi’in pun berguru kepadanya. Rumahnya di Damaskus tak pernah sepi dari orang-orang yang ingin menimba ilmu darinya, berzikir dan beribadah bersamanya.
           Khalifah Abdul Malik bin Marwan termasuk salah satu tokoh yang kerap menghadiri majelis ilmu Ummu Darda bila ia mengajar di Baitul Maqdis, Palestina. Sejak suaminya wafat, Ummu Darda memang tinggal selama 6 bulan di Baitul Maqdis untuk mengajar di Masjid Al Aqsha dan 6 bulan berikutnya di Damaskus.
           Ummu Darda dekat dengan Khalifah Abdul Malik yang kerap meminta nasehat kepadanya. Sebagai ulama, Ummu Darda tak sungkan menasehati bahkan menegur bila ia melihat ada perilaku khalifah yang tak sesuai tuntutan dan akhlak Islam. Semua perkataannya dihargai dan didengarkan oleh Khalifah.
Perempuan shalihah ini wafat pada 81 H, usai menunaikan ibadah haji. Sebagaimana kesetiaan yang telah ia tunjukkan kepada sang suami, Ummu Darda dimakamkan bersebelahan dengan makam Abu Darda di Babus Shaghir, Damaskus, menanti pertemuan dengan suaminya kelak di negeri yang kekal.


Semoga Kisah Ummu Darda ini bisa menginspirasi para kaum wanita diseluruh dunia. Amin
* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

 



Jangan Biarkan Tangan Itu Merenggutmu


          Dunia telah menawarkan gemerlap perhiasannya. Di sana ada sisi-sisi kehidupan yang mengancam kehormatan kaum wanita. Tak layak kita lalai menelaah ancaman itu melalui untaian nasihat untuk mengingatkan setiap wanita muslimah yang menginginkan keselamatan.

          Saudariku muslimah, hendaknya engkau waspada akan bahaya hubungan yang haram dan segala yang berselubung “cinta” namun menyembunyikan sesuatu yang nista. Engkau pun hendaknya berhati-hati terhadap pergaulan bebas dengan para pemuda ataupun laki-laki tak bermoral yang ingin merampas kehormatanmu di balik kedok “cinta.”
Duhai saudariku muslimah –semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya padamu– ada hal-hal yang semestinya engkau waspadai :
  1. Tabarruj 
          Hati-hatilah, jangan sampai dirimu terjatuh dalam perangkapnya dan janganlah kecantikan yang Allah anugerahkan kepadamu membuatmu terpedaya. Sesungguhnya akhir dari sebuah kecantikan hanyalah bangkai yang menjijikkan dalam kegelapan kubur dan secarik kain kafan, beserta cacing-cacing yang merasa iri padamu dan merampas kecantikan itu darimu.
Ingatlah saudariku, wanita yang bertabarruj berhak mendapatkan laknat, sebagaimana sabda Nabi r2:

“Laknatilah mereka (wanita yang bertabarruj), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang terlaknat.”
Bahkan beliau Rosulullah telah bersabda:

         “Dan wanita-wanita yang berpakaian namun (pada hakekatnya) telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk ke dalam jannah (surga), bahkan mereka tidak akan dapat mencium harumnya jannah, padahal wanginya dapat tercium dari jarak sekian-sekian.”

           Tidakkah engkau ketahui, duhai saudariku, saat ini wanita telah menjadi barang dagangan yang murah. Buktinya adalah iklan-iklan televisi. Tidaklah engkau melihat iklan sepatu atau alat-alat olahraga, bahkan iklan kolam renang, pasti di sana ditayangkan sosok wanita.
Di manakah gerangan orang-orang yang menuntut kebebasan kaum wanita? Sesungguhnya mereka menuntut kebebasan wanita bukanlah karena simpati atau iba terhadap wanita, justru mereka menuntut kebebasan itu agar dapat menikmati wanita!

Satu bukti bahwa wanita itu tidak berharga di sisi mereka adalah ucapan salah seorang “serigala” tak bermoral. Ia menyatakan: “Gelas (khamr) dan perempuan cantik lebih banyak menghancurkan umat Muhammad daripada seribu senjata. Maka tenggelamkanlah mereka dalam cinta syahwat.”
Tahukah dirimu, bagaimana para wanita diperdagangkan oleh orang-orang yang menuntut kebebasannya? Seakan-akan mereka berkata:
Janganlah kau tertipu dengan senyumanku
Karena kata-kataku membuatmu tertawa,
Namun sesungguhnya perbuatanku membuatmu menangis

        2.  Telepon. 
          Berapa banyak sudah pemudi yang direnggut kesuciannya dan ditimpa kehancuran dalam kehidupannya? Bahkan sebagian di antara mereka bunuh diri. Semua itu tidak lain disebabkan oleh telepon.
Coba engkau simak kisah ini! Sungguh, di dalamnya tersimpan pelajaran berharga. Ada seorang gadis berkenalan dengan seorang pemuda melalui telepon, kemudian mereka menjalin hubungan akrab. Seiring berlalunya waktu tumbuhlah benih-benih asmara di antara mereka. Suatu hari “serigala” itu mengajaknya pergi. Tatkala ia berada di atas mobil, lelaki itu menghisap rokok.
Ternyata asap rokok itu membiusnya. Setelah sadar ia temukan dirinya berada di depan pintu rumahnya dalam keadaan telah dilecehkan kehormatannya. Ia mendapati dirinya mengandung anak hasil zina. Akhirnya gadis itu bunuh diri, karena ingin lari dari aib dan cela. Sungguh lelaki itu ibarat seekor serigala yang memangsa kambing betina. Setelah puas mengambil apa yang ia kehendaki, ia pergi dan meninggalkannya.


     3.  Khalwat
          Semestinya engkau jauhi khalwat, karena khalwat adalah awal bencana yang akan menimpamu, sebagaimana ucapan Nabi r5:
“Tidaklah seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah setan.”
Apabila setan datang padamu, ia akan menjerumuskanmu dalam musibah. Berapa banyak gadis yang diperdaya oleh lelaki tak bermoral, hingga terjadilah perkara yang keji. Semuanya dikemas dengan label “cinta”.
Ada seorang gadis pergi berdua bersama pasangannya, lalu lelaki itu merayunya dengan kata-kata yang manis. Dikatakannya pada gadis itu, yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang indah dan menyenangkan. Akhirnya lelaki itu pun mengajaknya pergi ke tempat yang sunyi. Ketika sang gadis meminta untuk pulang, lelaki itu menolaknya, kemudian…


                                                              4.  Pergaulan Yang Jelek. 

Nabi r bersabda
         “Seseorang itu ada di atas agama temannya, maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang ia jadikan teman.”
Wahai saudariku, ambillah pelajaran dari selainmu, sebelum engkau mengalami apa yang ia alami. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dapat memetik nasihat dari peristiwa yang menimpa orang lain, dan orang yang celaka adalah orang yang hanya bisa mendapat nasihat dari sesuatu yang menimpa dirinya sendiri.
Akhirnya, segala puji hanyalah bagi Allah Rabb seluruh alam.

(diterjemahkan dari kitab Ukhti Al-Muslimah Ihdzari Adz-Dzi`ab karya Salim Al-‘Ajmi oleh Ummu ‘Affan Nafisah bintu Abi Salim)

Catatan Kaki:

1 Tabarruj adalah berhias di depan selain mahramnya.
2  Diriwayatkan Al-Imam Ahmad dalam Musnad no. 7083 dengan tahqiq Ahmad Syakir. Beliau mengatakan: “Sanad hadits ini shahih.”
3  Diriwayatkan Al-Imam Muslim no. 2128.
4  Khalwat adalah berdua-duaan dengan selain mahram.
5  Shahih Sunan At-Tirmidzi karya Asy-Syaikh Al-Albani no. 1187 dan dalam Silsilah Ash-Shahihah karya beliau juga no. hadits 430.
6 Diriwayatkan Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud, lihatlah Silsilah Ash-Shahihah karya Al-Imam Al-Albani no. 927.


Semoga Bermanfaat .. Amin
* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Rabu, 29 Mei 2013

Ummu Sulaim “Pemilik Mahar Termulia "


Rosulullah bersabda:
            Ketika aku memasuki surga, aku mendengar suara langkah kaki, lalu aku bertanya: “Siapa itu?” Malaikat menjawab: “Itu Ghumaisho’ binti Milhan, ibunda Anas bin Malik.” (HR. Muslim: 4494)

        Nama aslinya adalah Ghumaisho’ dan juga dipanggil dengan Rumaisho’ binti Milhan dari kaum Anshor, atau yang lebih dikenal dengan kunyahnya yaitu Ummu Sulaim . Ia adalah sosok wanita yang selalu dekat dengan Rosulullah.
Sungguh besar sekali rasa ghibthoh Ghumaisho’ binti Milhan saat melihat orang-orang menyambut kedatangan Rosulullah yang hijrah dari Makkah tiba di Madinah. Mereka menemui beliau dengan membawa hadiah sebagai ucapan selamat datang. Ia berpikir apa yang akan ia hadiahkan kepada Rosulullah, sedangkan ia tidak memiliki harta yang dapat dihadiahkan, sebab ia hanya seorang janda miskin yang ditinggal mati suaminya. Suaminya hanya meninggalkan untuknya seorang putra, sampai di sini pikiran Ghumaisho’ tersentak, sadar bahwa ternyata ia memiliki sesuatu yang sangat berharga. Ya, seorang putra! Ia berpikir mengapa tidak ia hadiahkan saja putranya, Anas, yang sedari kecil telah Rosulullah talqinkan dua kalimat syahadat kepadanya, sehingga membuat suaminya, Malik bin Nadhor, yang musyrik menjadi marah dan menghardiknya (seraya berkata): “Jangan engkau hancurkan kehidupan anakku!” Ummu Sulaim membantah: “ Justru sebaliknya, saya menyelamatkannya.”

Ghibthoh adalah perasaan iri terhadap orang lain dalam berbuat kebaikan dan amal sholih. Iri seperti ini dibolehkan dalam agama. (lihat Shohih Bukhori hadits no. 73 dalam Kitabul Ilmi).

          Semenjak itulah suaminya pergi meninggalkannya sampai ia meninggal di negeri Syam.
Dengan menggandeng Anas kecil, Ummu Sulaim menuju kediaman Rosulullah. Tatkala bertemu dengan Rosulullah, Ummu Sulaim mengucapkan salam dan ucapan selamat datang, lalu ia berkata: “Wahai Rosulullah, semua orang Anshor, laki-laki dan perempuan telah memberimu hadiah, sedangkan aku tidak mempunyai sesuatu yang berharga untuk kuhadiahkan kepadamu selain putraku ini. Ambilah ia menjadi pelayanmu.” Rosulullah memandang Anas dengan kasih sayang dan dengan lembut sembari mengelus rambutnya. Beliau menerima Anas yang baru berumur sepuluh tahun itu dengan gembira.
Sebagai janda yang cantik, cerdas dan baik akhlaknya, tidak heran bila Ummu Sulaim menjadi janda kembang yang menjadi incaran para lelaki. Abu Tholhah (Zaid bin Sahal) ketika mendengar bahwa Ummu Sulaim telah menjadi janda, ia langsung mendatanginya untuk melamarnya menjadi istri. Ia khawatir ada orang lain yang mendahuluinya. Namun, impiannya untuk menjadikannya sebagai istri melayang terbawa angan-angan. Ia yakin Ummu Sulaim tak akan menolaknya karena ia adalah seorang bangsawan yang kaya raya, di samping itu ia juga seorang kesatria mumpuni dan ahli memanah. Dengan tekad yang bulat, Abu Tholhah menemui Ummu Sulaim di rumahnya, lalu dengan sopan ia meminta izin masuk. Di rumah itu ia disambut oleh Ummu Sulaim dan putranya, Anas. Tidak lama setelah itu, ia langsung mengajukan lamaran, lantas Ummu Sulaim pun menjawab: “Orang sepertimu tak mungkin ditolak, hanya saja saya tidak boleh menikah dengan orang kafir.”
            Abu Tholhah mengira bahwa Ummu Sulaim hanya mencari alasan saja dan telah ada lelaki lain yang lebih kaya atau lebih terhormat darinya yang lebih dahulu melamarnya. Lalu ia berkata kepadanya: “Apa alasanmu tidak menerima pinanganku? Apa kamu ingin emas dan perak?” Ummu Sulaim bertanya keheranan: “Emas dan perak?” Abu Tholhah menjawab: “Benar.” Ummu Sulaim berkata: “Sama sekali bukan karena itu. Demi Allah, jika engkau mau masuk Islam maka aku rela menjadi istrimu, dan ke-Islamanmu menjadi mahar bagiku, bukan emas dan perak.”
           Ketika mendengar ucapan Ummu Sulaim, seketika itu Abu Tholhah teringat berhalanya yang terbuat dari kayu yang biasa ia sembah di rumah. Ummu Sulaim tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, lantas ia berkata: “Wahai Abu Tholhah, apakah engkau tidak tahu bahwa Ilah yang engkau sembah selain Allah itu hanyalah sekedar kayu yang tumbuh dari bumi?” Ia menjawab: “Benar.” Ummu Sulaim melanjutkan: “Apakah engkau tidak merasa malu menyembah sebatang kayu yang engkau jadikan sebagai Ilah, sedang orang lain menjadikannya sebagai kayu bakar untuk menghangatkan badan atau memasak roti. Wahai Abu Tholhah, jika engkau masuk Islam, aku akan rela menjadi istrimu dan aku tidak menginginkan mahar selainnya.” Abu Tholhah terdiam sejenak, lalu berkata: “Bagaimana caranya?” Ia menjawab: “Dengan mengucapkan: Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloh wa Anna Muhammadan Rosululloh.” Dengan dua kalimat syahadat itulah, akhirnya Abu Tholhah menikahi Ummu Sulaim, yang mana tak ada mahar yang paling mulia dari mahar Ummu Sulaim.
           Rumah Ummu Sulaim adalah satu-satunya tempat yang dimasuki Rosulullah selain rumah istri-istri beliau. Pernah ditanyakan kepada Rosulullah mengapa beliau sering berkunjung ke rumah Ummu Sulaim, maka beliau menjawab: “Aku kasihan kepadanya karena saudaranya terbunuh bersamaku.” Suatu kali, ketika ia datang berkunjung, beliau melihat putra Abu Tholhah yang bergelar Abu Umair sedang bersedih. Lantas beliau bertanya kepada Ummu Sulaim: “Mengapa Abu Umair bermuka masam?” Ummu Sulaim menjawab: “Karena burungnya yang bernama Nughoir mati.” Kemudian Rosulullah menemuinya dan berkata: “Wahai Abu Umair, apa yang terjadi pada Nughoir?”.

Yaitu Harom bin Milhan yang terbunuh di sumur Ma’unah.
Dalam pertanyaan Rosulullah kepada Abu Umair ini terdapat penjelasan bagi kita tentang bagaimana sifat kasih sayang Rosulullah. Beliau sebagai manusia yang paling mulia juga bercengkrama dengan anak-anak. Lalu bagaimana dengan kita?
Setelah kejadian itu, Abu Umair jatuh sakit. Ketika Abu Tholhah tidak di rumah, anak kesayangannya itu meninggal. Kemudian Ummu Sulaim memandikan dan mengafaninya, lalu menutupinya dengan kain. Kemudian berkata kepada keluarganya: “Jangan kalian beritahukan kepada Abu Tholhah, biarlah aku sendiri yang mengabarinya.”
          Ketika Abu Tholhah datang, Ummu Sulaim memakai wewangian dan berhias, lalu menghidangkan makan malam. Setelah makan, Abu Tholhah bertanya kepada Ummu Sulaim: “Bagaimana keadaan Abu Umair?” Ia menjawab: “Ia telah tenang sekarang.” Setelah itu, Abu Tholhah menggauli istrinya.
Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: “Wahai Abu Tholhah, bagaimana pendapatmu bila satu keluarga dipinjami sebuah titipan, lalu pemiliknya memintanya kembali, apakah mereka harus mengembalikannya atau mempertahankan?” Abu Tholhah menjawab: “Mereka harus mengembalikannya.” Ummu Sulaim berkata: “Abu Umair telah meninggal, maka bersabarlah.”
Dengan marah Abu Tholhah menghadap Rosulullah dan menceritakan semua kejadian itu. Lalu Rosulullah berkata: “Semoga Allah memberkahi malam kalian.” Setelah itu Ummu Sulaim hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Kemudian Anas membawanya kepada Rosulullah, lalu Rosulullah mentahniknya dengan kurma, dan dengan lahapnya bayi itu mengulum kurma yang dimasukkan ke mulutnya. Rosulullah berkata: “Perhatikanlah, bagaimana sukanya kaum Anshor terhadap kurma.”
Beliau kemudian menamainya Abdullah, dan tidak ada generasi Anshor yang lebih bagus darinya. Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Tholhah mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang semuanya hafal al-Quran. Subanallah .. :)

           Dalam hal keberanian, Ummu Sulaim juga memiliki peran yang sangat mengagumkan. Ketika terjadi Perang Hunain, ia keluar membawa sebilah belati. Lalu Abu Tholhah mengadukan hal itu kepada Rosulullah: “Wahai Rosulullah, Ummu Sulaim membawa belati.” Mendengar itu, Ummu Sulaim langsung berdalih: “Wahai Rosulullah, aku membawanya bila ada orang musyrik yang mendekatiku, maka aku akan membelek isi perutnya.”
Semoga Allah meridhoi Ummu Sulaim, Ghumaisho’ binti Milhan.
dan Semoga pula kita bisa mengambil hikmah dari kisah Ummu Sulaim ini untuk dijadikan Inspirasi dan Motivasi dikehidupan kita ..Amin


* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid




Senin, 27 Mei 2013

Belajar Cinta kepada Khadijah radhilallahu ‘anha


         “Sebaik-baik wanita pada jamannya adalah Maryam putri Imran dan sebaik-baik wanita dari umatnya adalah Khadijah.” (HR. Bukhari Muslim).

          Jika ada perempuan yang mampu membuat Aisyah cemburu besar, maka ia adalah Khadijah. Jika ada perempuan yang mampu membuat Rasulullah SAW mengingatnya sepanjang waktu bahkan ketika beliau dengan isteri-isterinya, maka Khadijah lah orangnya, dan dengan Khadijah lah Rasulullah SAW bermonogami.

        Kisah tentang wanita mulia Ummul-Mukminat Khadijah RA merupakan kisah yang penuh dengan kemuliaan, kisah yang penuh dengan teladan. Tinta-tinta sejarah telah mencatat keistimewaan yang dimilikinya. Ia meninggalkan teladan indah untuk para mukminah, bukan hanya dalam berakhlakul-karimah tetapi juga bagaimana ia beribadah, berkeluarga, dan bermuamalah.

        Segala keistimewaan yang dimilikinya menjadikan ia perempuan beruntung sepanjang masa. Ia mendapatkan cinta sejati dari kekasih Allah. Bahkan ia wanita pertama yang yang mendapatkan berita masuk surga serta mendapatkan ucapan salam dari Allah SWT.

         Keistimewaan tersebut sesungguhnya tidak serta merta datang kepada ibunda kita Khadijah, namun hal tersebut karena ia begitu mempesona. Ia dengan penuh kerelaan mengorbankan harta dan jiwanya untuk dakwah Rasulullah SAW. Dengan kematangan, kebijaksanaan, dan integritas dirinya, Khadijah menyokong, membangkitkan tekad, dan mengobarkan semangat dakwah Rasul. Cintanya yang besar mampu memberikan yang terbaik kepada Rasulullah SAW sehingga sang suamipun amat mencintainya.

         Akhlak Khadijah semestinya dijadikan gambaran bagaimana semestinya seorang isteri bersikap kepada suaminya, sehingga sang isteri menjadi perempuan yang mampu memberikan kebahagiaan kepada keluarganya dan akhirnya terbentuklah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Berikut di bawah ini beberapa sifat Khadijah yang dapat dijadikan uswah bagi para isteri dalam usahanya untuk menjadi perempuan istimewa bagi suaminya.

         Menerima suami apa adanya. Inilah teladan yang pertama yang diajarkannya. Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, Khadijah merupakan wanita kaya raya di seantero Mekkah. Dengan harta dan kecantikan yang dimilikinya banyak laki-laki yang hendak meminangnya. Tetapi Khadijah lebih memilih Muhammad yang tidak memiliki apa-apa. Kemiskinan Muhammad tidak membuat Khadijah malu. Ia begitu mencintai dan menerima Muhammad apa adanya. Bagi Khadijah harta bukanlah segalanya, namun kebaikan dan kesalihan Rasulullah-lah yang menjadi pilihan utamanya.

         Selalu ada ketika suami membutuhkan. Selama bersama Rasulullah, Khadijah selalu bersama dengan beliau dalam suka dan duka. Bahkan ketika terjadi pemboikotan yang dilakukan oleh orang Quraisy, ia menjadi teman yang sangat setia. Tidak sedikitpun ia mengeluh atas semua yang terjadi pada keluarganya.

         Penuh kasih sayang dan perhatian terhadap suami. Inilah sesungguhnya yang diperlukan oleh para suami, termasuk Rasulullah SAW. Khadijah perempuan yang memiliki cinta suci ini mampu mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada Rasulullah SAW sehingga beliau tidak pernah menyakiti isteri yang sangat dicintainya itu. Rasulullah SAW bahkan bersabda, “Sesungguhnya aku telah diberi karunia dengan cintanya Khadijah kepadaku” (HR Muslim).

          Rela berkorban demi membela suami. Khadijah mengajarkan kita untuk belajar memberikan yang terbaik kepada suami, berusaha memberikan semua yang dimiliki jika suami membutuhkan. Dengan kedermawanannya, Khadijah sanggup memberikan hartanya demi kepentingan dakwah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “(Khadijah) beriman ketika orang-orang kafir kepadaku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dan dia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang menghalangiku”.

         Berkata bijak dan menenangkan. Keistimewaan Khadijah yang lain adalah memiliki sikap lembut dalam bertutur kata dan bersikap bijaksana sehingga yang dikeluarkan dari lisannya hanyalah perkataan lembut dan menenangkan hati Rasulullah SAW. Perhatikanlah tutur kata Khadijah ketika terjadi peristiwa turun wahyu pertama yang membuat Rasulullah SAW lari ketakutan, Khadijah berkata, “Jangan khawatir, berbahagialah, sesungguhnya Allah tidak mungkin akan menghinakanmu dengan kejadian itu. Selama ini engkau selalu menyambung silaturahmi, jujur dalam berbicara, meringankan beban orang lain yang kesusahan, membantu orang lemah, menghormati tamu, dan mendukung setiap hal yang mengandung kebenaran”.

         Mendidik anak-anak dengan baik. Salah satu keistimewaan Khadijah dibanding isteri-isteri Rasulullah yang lain adalah dari Khadijahlah Rasullah SAW mendapatkan keturunan. Nabi SAW besabda, “Allah mengaruniaiku anak darinya ketika Dia tidak memberiku anak dari isteri-isteriku yang lain”.

         Bukan hanya itu saja. Walau usianya sudah tua, ia mampu mendidik putra-putri mereka dengan penuh cinta dan kemuliaan hingga putra-putri Rasulullah memiliki akhlak yang baik dan keimanan yang kuat.

         Bergaul baik dengan suami. Tidak pernah diceritakan kisah yang jelek mengenai pernikahan Khadijah dan Rasulullah SAW. Hal ini menunjukan pergaulan yang baik di antara keduanya. Keduanya paham mengenai hak dan kewajiban masing-masing sehingga tenanglah rumah tangga beliau.

         Tawakal dan sabar. Inilah yang dilakukan Khadijah sebagai seorang isteri yang suaminya pada saat itu menjadi bulan-bulanan penghinaan masyarakat Quraisy. Tawakal dan bersabar menghadapi semuanya telah memberikan energi positif bukan hanya bagi Khadijah, tetapi juga terhadap Rasulullah SAW sehingga ia kuat menghadapi semuanya.

          Khadijah adalah perempuan agung. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, ia mampu membuat Rasulullah SAW begitu mencintainya. Bahkan ketika Khadijah telah tiada pun Rasulullah SAW masih sering mengingatnya. Pernah suatu waktu Rasulullah SAW berkata kepada Aisyah, ” Allah tidak memberiku pengganti yang lebih baik daripada dia”.

          Beruntung sekali menjadi Khadijah. Ia mendapatkan dua cinta agung, cinta Allah SWT dan cinta kekasih Allah. Sebagian sifat-sifat Khadijah di atas hanyalah bagian kecil dari kecemerlangan yang dimilikinya sebagai wanita. Jika kita menginginkan hal tersebut sudah sepatutnya kita meneladani Ummul-Mukminat Khadijah radhiallahu ‘anha. Semoga kelak kita menjadi tetangga beliau di surga.
Semoga Kisah Khadijah RA ini bisa bermanfaat bagi kita semua .. Amin 
* Salam Ukhuwah Islamiyah dari  Andi Ibnoe Badawi Mazid
 


Tiga Sahabat Berebut Ingin Menjadi Walinya

            Ketika itu kaum muslimin hampir sampai di Madinah setelah selesai menunaikan ibadah umrah, saat 3 orang sahabat memperebutkan hak perwalian atas seorang gadis kecil. Para sahabat  tersebut adalah Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Sedangkan gadis kecil yang menjadi bahan diskusi dan yang mereka rebutkan adalah Umamah binti Hamzah bin Abdul Muthalib, putri Hamzah sang Singa Allah.
           Memang pada saat itu Umamah adalah gadis kecil yatim setelah sang ayah menemui kesyahidannya di medan Perang Uhud. Ketika ibunya, Salmah binti Umais selesai dengan masa iddahnya, maka Umamah mendapatkan ayah tiri bernama Syaddad bin al-Hadi al-Laitsi.

           Ketiga sahabat mulia tadi mengajukan alasan mengapa diri merekalah yang paling pantas mengasuh Umamah. “Umamah adalah putri saudara ayahku dan istriku adalah putri Rasulullah saw, maka aku yang pantas mengasuh Umamah,” Ali bin Abi Thalib mengemukakan argumennya.
Namun Ja’far bin Abi Thalib yang tak lain adalah saudara laki-laki Ali juga sudah siap dengan pendapatnya,” Umamah juga putri saudara ayahku dan saudari ibunya adalah istriku, Asma’ binti Umais.”
Tak ketinggalan Zaid bin Haritsah, sang saudara angkat Hamzah, mengajukan argumennya dengan mengatakan, “Umamah adalah putri saudaraku.”
Karena masing-masing pihak ingin menjadi wali Umamah, maka keputusan pun kemudian diserahkan kepada Rasulullah saw. Rasulullah lantas memberikan keputusannya: hak perwalian diberikan kepada Ja’far bin Abi Thalib.
           Alasan Rasulullah salah satunya adalah Ja’far merupakan paman Umamah karena Ja’far menikah dengan bibi Umamah. Maka ia menjadi mahram bagi Umamah. Dengan keputusan itu, Umamah pun tinggal bersama Ja’far bin Abi Thalib sampai Ja’far syahid pada Perang Mu’tah. Setelah itu Umamah berpindah tinggal di rumah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan bunyi wasiat yang ditulis Ja’far.
Ketika Umamah tumbuh menjadi seorang gadis, Ali pernah menawarkan Umamah untuk diperistri Rasulullah. Namun Rasulullah menolak dan menjelaskan bahwa tidak mungkin bagi Rasulullah menikahi Umamah karena Hamzah adalah saudara sesusunya, sehingga Umamah menjadi mahram beliau saw. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, Rasulullah pun menikahkan Umamah dengan Salamah, yang tak lain adalah anak tiri Rasulullah dari Ummu Salamah.
           Meskipun sang ayah sangat masyhur, namun Umamah tidaklah demikian. Nama Umamah sendiri masih diperdebatkan di kalangan penulis shirah. Selain Umamah, ada yang mengatakan namanya adalah Umarah, Fhatimah, Amatullah dan beberapa nama lainnya. Namun menurut Ibnu Hajar, nama Umamah merupakan yang paling masyhur.

           Salah satu hadits yang menyebut putri Hamzah tersebut dengan nama Fathimah adalah hadits yang diriwayatkan Ja’dah bin Hubairah dari Ali bin Abi Thalib. Hadits tersebut menceritakan bahwa Rasulullah saw diberi hadiah kain bergaris sutra. Maka beliau meminta agar kain tersebut dibagi empat dan diberikan untuk empat Fathimah, yang salah satunya adalah untuk Fathimah binti Hamzah.
Sedikitnya keterangan tentang Umamah juga menyebabkan tidak diketahui kapan tepatnya Umamah meninggal dunia, namun diperkirakan Umamah wafat di Madinah.



Semoga Kisah Umamah ini bisa kita ambil hikmah dan pelajarannya .. Amin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid





Wanita Pertama Penghuni Surga, Dialah Mutiah


         Suatu hari putri Nabi SAW. Fatimah Az Zahra ra. bertanya kepada Rasulullah SAW., siapakah wanita pertama yang memasuki surga setelah Ummahatul Mukminin  setelah istri-istri Nabi SAW.? Rasulullah bersabda: Dialah Mutiah.

         Berhari-hari Fatimah Az Zahra berkeliling kota Madinah untuk mencari tahu keberadaan siapa Mutiah itu dan dimana wanita yang dikatakan oleh Nabi SAW. itu tinggal. Alhamdulillah dari informasi yang didapatkannya, Fatimah mengetahui keberadaan dan tempat tinggal Mutiah di pinggiran kota Madinah.

        Atas ijin suaminya Ali bin Abi Thalib, maka Fatimah Az Zahra dengan mengajak Hasan putranya untuk bersilaturahmi ke rumah Mutiah pada pagi hari. Sesampainya di rumah Mutiah, maka Fatimah yang sudah tidak sabar segera mengetuk pintu rumah Mutiah dengan mengucapkan salam.

“Assalaamu’alaikum ya ahlil bait.” Dari dalam rumah terdengar jawaban seorang wanita, “Wa’alaikassalaam … siapakah diluar?” lanjutnya bertanya. Fatimah menjawab, “Saya Fatimah putri Muhammad SAW.” Mutiah menjawab, “Alhamdulillah, hari ini rumahku dikunjungi putri Nabi junjungan alam semesta.”

        Segera Mutiah membuka sedikit pintu rumahnya, dan ketika Mutiah melihat Fatimah membawa putra laki-lakinya yang masih kecil (dalam riwayat masih berumur 5 tahun). Maka Mutiah kembali menutup pintu rumahnya kembali, terkagetlah Fatimah dan bertanyalah putri Nabi SAW kepada Mutiah dari balik pintu.

“Ada apa gerangan wahai Mutiah? Kenapa engkau menutup kembali pintu rumahmu? Apakah engkau tidak mengijinkan aku untuk mengunjungi dan bersilaturahim kepadamu?”

         Mutiah dari balik pintu rumahnya menjawab, “Wahai putri Nabi, bukannya aku tidak mau menerimamu di rumahku. Akan tetapi keberadaanmu bersama dengan anak laki-lakimu Hasan, yang menurut ajaran Rasulullah tidak membolehkan seorang istri untuk memasukkan laki-laki ke rumahnya ketika suaminya tidak ada di rumah dan tanpa ijin suaminya. Walaupun anakmu Hasan masih kecil, tetapi aku belum meminta ijin kepada suamiku dan suamiku saat ini tidak berada dirumah. Kembalilah besok biar aku nanti meminta ijin terlebih dahulu kepada suamiku.”

        Tersentaklah Fatimah Az-Zahra mendengarkan kata-kata wanita mulia ini, bahwa argumentasi Mutiah memang benar seperti yang diajarkan ayahnya Rasulullah SAW. Akhirnya Fatimah pulang dengan hati yang bergejolak dan merencanakan akan kembali besok hari.

        Pada hari berikutnya ketika Fatimah akan berangkat ke rumah Mutiah, Husein adik Hasan rewel tidak mau ditinggal dan merengek minta ikut ibunya. Hingga akhirnya Fatimah mengajak kedua putranya Hasan dan Husein. Dengan berpikir bahwa Mutiah sudah meminta ijin kepada suaminya atas keberadaannya dengan membawa Hasan, sehingga kalau dia membawa Husein sekaligus maka hal itu sudah termasuk ijin yang diberikan kepada Hasan karena Husein berusia lebih kecil dan adik dari Hasan.

        Namun ketika berada didepan rumah Mutiah, maka kejadian pada hari pertama terulang kembali. Mutiah mengatakan bahwa ijin yang diberikan oleh suaminya hanya untuk Hasan, akan tetapi untuk Husein Mutiah belum meminta ijin suaminya.

        Semakin galau hati Fatimah, memikirkan begitu mulianya wanita ini menjunjung tinggi ajaran Rasulullah SAW. dan begitu tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya.

        Pada hari yang ketiga, kembali Fatimah bersama kedua anaknya datang ke rumah Mutiah pada sore hari. Namun kembali Fatimah mendapati kejadian yang mencengangkan, dia terkagum. Mutiah didapati sedang berdandan sangat rapi dan menggunakan pakaian terbaik yang dipunyai dengan bau yang harum, sehingga Mutiah terlihat sangat mempesona.

        Dalam kondisi seperti itu, Mutiah mengatakan kepada Fatimah bahwa suaminya sebentar lagi akan pulang kerja dan dia sedang bersiap-siap menyambutnya. Subhanallah, kita merindukan istri yang demikian. Yaitu ketika suami pulang kerja dia berusaha menyambutnya dengan kondisi sudah mandi, sudah berdandan, sudah memakai pakaian yang bagus, dan siap menyambut kedatangan suami di halaman rumah dengan senyuman terindah penuh kasih dan sayang. Ya Allah, jadikanlah istri-istri kami seperti Mutiah.

        Akhirnya Fatimah pulang kembali dengan kekaguman yang tak terperi kepada Mutiah. Dan pada hari yang keempat, Fatimah datang kembali ke rumah Mutiah lebih sore dan berharap bahwa suaminya sudah berada di rumah atau sudah pulang dari kerja. Dan Alhamdulillah memang pada saat Fatimah datang, suami Mutiah baru saja sampai di rumah pulang dari kerja.

        Fatimah dan kedua anaknya Hasan dan Husein dipersilahkan masuk oleh Mutiah dan suaminya ke rumahnya. Fatimah melihat sebuah pemandangan yang jauh lebih mengesankan dibanding dengan yang dihadapinya sejak hari pertama. Mutiah sudah menyiapkan baju ganti yang bersih untuk suaminya, sambil menuntun suaminya ke kamar mandi. Mutiah terlihat mulai melepaskan baju suaminya, dan mereka berdua hilang masuk ke bilik kamar mandi. Dan yang dilakukan oleh Mutiah adalah memandikan suaminya. Subhanallah… Tsumma Subhanallah.

        Selesai memandikan suaminya, Fatimah menyaksikan Mutiah menuntun suaminya menuju ke tempat makan. Dan suaminya sudah disiapkan makanan dan minuman yang dimasaknya seharian. Sebelum memakan makanan yang sudah disiapkan, Mutiah masuk ke dalam rumah dan keluar dengan membawa cambuk sepanjang 2 meter dan diberikan kepada suaminya dengan mengatakan.

“Wahai suamiku, seharian aku telah membuat makanan dan minuman yang ada didepanmu. Sekiranya engkau tidak menyukai dan tidak berkenan atas masakan yang aku buat, maka cambuklah diriku.”

        Tanpa bertanya apa-apa, Fatimah sudah memahami apa yang dikatakan oleh ayahnya Rasulullah SAW. tentang wanita pertama penghuni surga setelah para istri Nabi yaitu Mutiah.

        Fatimah pulang menangis haru dan bahagia karena sudah mendapatkan jawaban bagaimana istri yang sholihah. Seperti yang ada pada diri Mutiah, yang mendapatkan kehormatan sebagai wanita yang paling dahulu memasuki surga Allah SWT.

Wallahu a’lam bish shawab..


 Semoga kisah Ahlil bait Mutiah ini bisa menginspirasi para kaum wanita yang memiliki suami dan bisa mengambil hikmah dari hidup Mutiah ini .. Amin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid 



Minggu, 26 Mei 2013

Kisah Duka Janda Belia


          Jika saja peristiwa Nabi Muhammad menikah dengan Aisyah dipahami dengan benar, mungkin tak bakal ada kasus Nujood Ali dan pernikahan perempuan di usia belia lainnya. Bahwa Nabi Muhammad menikah dengan Aisyah ketika ia belum dewasa (akil baligh), itu memang betul. Namun, bahwa mereka berhubungan laiknya suami-istri setelah Aisyah mendapatkan siklus menstruasi pertama tak begitu dihiraukan banyak orang, termasuk oleh Faez Ali Thamer, suami Nujood Ali.

          Nujood Ali merupakan seorang bocah perempuan berasal dari desa Khardji, sebuah desa terpencil di Yaman. Namun, keluarganya terpaksa pindah ke kota Sanaa’ karena ada sebuah insiden memalukan yang membuat kehormatan keluarganya tercemar. Karena kepindahan itulah nasib keluarganya kian terpuruk dalam kemiskinan. Bahkan, beberapa anggota keluarganya mesti mengemis di jalan-jalan untuk bisa menyambung hidup.

          Dalam kondisi demikian, ada seorang lelaki berasal dari Khardji yang hendak meminang Nujood. Padahal, usianya lebih tua tiga kali lipat dari Nujood yang waktu itu berusia sekitar sembilan atau sepuluh tahun. Dalam benak ayahnya, ketika Nujood menikah berarti berkurang pula jumlah mulut yang harus ia beri makan. Namun, saat didesak bahwa usia putrinya itu belum layak untuk menikah, ia mencari pembenaran dalam ajaran agama. Dan, pembenaran itu adalah, “Ketika dinikahi Nabi Muhammad, Aisyah baru berumur sembilan tahun.”
          Sebenarnya tindakan ayahnya ini merupakan pelanggaran hukum. Pemerintah Yaman telah menetapkan undang-undang tentang pernikahan yang di antara lain berisi bahwa perempuan boleh menikah/dinikahi bila sudah mencapai batas 15 tahun. Namun, orangtua Nujood tak tahu-menahu tentang undang-undang itu. Soalnya, Nujood lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang rata-rata tak mengenyam bangku sekolah. Bahkan, sekadar kartu tanda pengenal atau akta kelahiran pun mereka tak punya (satu hal yang membuat Nujood bingung menetapkan tanggal kelahiran dan usianya ketika ia ditanya berapa usianya ketika menikah).

          Yaman merupakan salah satu negara yang penduduknya berpandangan bahwa lumrah belaka bila bocah perempuan menikah/dinikahi pada usia belia. Hal itu yang membuat ibu dan kakak perempuannya tak bisa berbuat banyak dengan keputusan sang ayah. Maka jadilah Nujood menikah dengan seorang lelaki yang tak ia kenal sebelumnya, dan tak pernah mengumbar senyum itu.

          Yang memprihatinkan, ibu mertua dan saudara iparnya mengucapkan selamat (mabruk) ketika mereka mendapati Nujood terlelap tak mengenakan sehai benang pun setelah malam pertamanya. Bahkan selain mengucapkan selamat, saudara iparnya tersenyum culas saat mengamati sedikit noda darah di atas seprai yang kusut.

          Namun, berbeda dengan seorang istri ketika mengalami malam pertama yang begitu bahagia, Nujood menjalani malam pertamanya dengan getir. Setelah perjalanan panjang dari Sanaa ke Khardji yang memakan waktu hampir seharian di atas mobil, dia terlelap. Tapi, tiba-tiba di malam hari dia terkejut. Saat itu pintu menyentak terbuka, ia mengira pasti angin malam telah berhembus dengan begitu kencang. Namun, dia hampir tak bisa membuka mata ketika merasakan sesosok tubuh berbulu menekan tubuhnya. Ruangan gelap. Dari bau mulut dan gerakannya, Nujood mengenali sosok itu sebagai Faez Ali Thamer, lelaki yang telah menikahinya. Tanpa mengucapkan sepatah kata, lelaki itu mulai menggosokkan tubuhnya ke tubuh Nujood yang masih bau kencur itu.

          Tak terima dengan kondisi itu Nujood berusaha berontak dan melarikan diri, namun gagal. Setelah tertangkap dan membawanya lagi ke kamar, Faez menjatuhkan Nujood ke atas karpet. Ia terus berteriak memanggil ibu mertuanya untuk meminta bantuan, tapi percuma. Dan, malam itu merupakan malam celaka yang mengubah takdir Nujood dari seorang bocah perempuan menjadi seorang istri belia. Setelah malam itu Nujood tak bisa kembali ke dunianya lagi: dunia kanak-kanak yang dipenuhi permainan.
           Bahkan, setelah malam itu ia mesti menyesuaikan diri dengan kehidupan baru: ia tidak berhak meninggalkan rumah, tidak berhak mengambil air dari sungai, tidak berhak mengeluh, dan tidak berhak berkata tidak. Bukan hanya itu, saat malam tiba dia akan mengalami peristiwa yang selalu berulang: kebuasan yang sama, penderitaan yang sama. Pintu yang terbanting, lampu minyak yang terguling di lantai, seprai yang terpilin ke mana-mana, dan suara bentakan.

           Di hari ketiga, suaminya mulai memukuli Nujood. Hal itu terjadi karena Nujood selalu berusaha menolaknya, dan mencegahnya agar tidak berbaring di karpet. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat. Sangat keras. Berulang kali. Dan alih-alih membela Nujood, ibu mertuanya malah menghasut anaknya. Setiap kali suaminya mengeluh tentang Nujood kepada ibunya, ia akan berseru dengan suara parau, “Pukul dia lebih keras lagi. Dia harus mendengarkanmu. Toh, dia istrimu.”

Lengkaplah sudah penderitaan Nujood. Kehidupannya sarat dengan ketakutan permanen karena pukulan dan hantaman. Kadang-kadang suaminya tak segan untuk menggunakan tinjunya. Akibatnya, setiap hari muncul memar baru di punggungnya dan luka baru di tangannya. Kabur? Mustahil, kecuali dia ingin mati karena kehausan. Jarak desa tempat ia tinggal bersama suaminya dengan rumah orangtuanya yang berada di kota Sanaa hampir sehari menggunakan mobil. Dan, tak ada angkutan umum yang datang ke daerah yang entah tertera di peta atau tidak itu. Jadi, kalau ia mau kabur mesti berjalan kaki melalui gurun pasir dan memakan waktu lebih dari sehari.

         Beruntung, suatu hari suaminya lelah mendengar tangisan Nujood. Maka, ia diperbolehkan berkunjung ke rumah orangtuanya di Sanaa. Namun, sesampainya di sana Nujood kecewa, karena ternyata orangtuanya malah menekankan dirinya bahwa sebagai seorang istri mesti taat kepada setiap perintah suami. Ketika Nujood menceritakan berbagai kekejaman yang suaminya lakukan, ayahnya menekankan kalimat yang sama. Dan, sebagai sesama perempuan ibunya hanya berkata, “Itulah kehidupan. Setiap perempuan harus mengalami ini. Kita semua menjalani hal yang sama.”

         Sampai akhirnya ia mengadukan nasibnya ke Dowla, istri kedua ayahnya. Dowla menasihatinya agar lari ke pengadilan. Dengan bekal uang hasil Dowla mengemis selama sehari di jalanan, ia naik taksi ke pengadilan. Di sana, ia membuat kaget Hakim Abdo saat mengutarakan maksudnya untuk bercerai. Hakim Abdo terkejut dengan fakta bahwa di usianya itu ia sudah menikah dan mengajukan cerai. Namun, di pengadilan itu pula Nujood mendapatkan kepastian hukum dan teman: Shada, salah seorang pengacara wanita terbaik di Yaman yang memperjuangkan hak-hak wanita.

          Berkat perjuangan Shada, kasus Nujood menjadi perhatian publik nasional dan internasional. Tanpa dia sadari, Nujood menjadi ikon keberanian kaum perempuan saat ini. Karena itu ia diganjar sebagai Women of The Year oleh Glamour, salah satu majalah wanita terbitan New York, yang menyandingkannya dengan Nicole Kidman, dan Senator Hillary Clinton. Bahkan, Hillary Clinton menyebutnya sebagai salah seorang perempuan terhebat yang dia kenal.

Setelah kasus Nujood mencuat, banyak orang yang mendapatkan inspirasi dari kisahnya. Di antara mereka ada Arwa (9 tahun), Rym (12 tahun), dan seorang gadis berusia delapan tahun di Arab Saudi yang mengajukan perceraian kepada suaminya karena kasus kekerasan.

           Meski demikian, tentu masih banyak “Nujood” lain di belahan dunia lainnya yang perlu mendapatkan perlindungan. Namun, karena rata-rata orang menggunakan peristiwa menikahnya Nabi Muhammad dengan Aisyah sebagai pembenaran menikah di usia belia, maka memahami latar belakang atau konteks peristiwa itu dengan baik mutlak diperlukan. Juga harus terus disosialisasikan. Inilah bentuk perlindungan utama.

           Semoga saja dijaman semodernisasi ini tidak ada lagi kisah memilkukan seperti yang dialami oleh saudara ( Nujood Ali ) kita ini dan untuk kaum pria dan orangtua cobalah berfikir dengan secara logika dan akal sehat, agar kebahagiaan anak tidak terenggut oleh keegoisan orangtua dan para kaum pria ..
dan Mudah-mudahan ini menjadi suatu pelajaran bagi kita semua ..


Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

 

Siti, Bocah Yatim yang Tangguh

~ Siti Bocah Yatim Tangguh - Jualan Bakso dengan Upah Rp. 2000,- Sehari ~



         Sore kemarin – Selasa, 06 Maret 2012 – saya pulang kantor agak lumayan sore, jadi sampai di rumah jam 17.30-an, saya sempat nonton acara “Orang-Orang Pinggiran” di Trans7. Dada saya sesak menyaksikannya, air mata saya meleleh tanpa bisa ditahan, tak mampu berkata-kata. Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.

         Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.
Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak hasil panen benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

         Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya. Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya. Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.

         Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat keliling kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.
Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdo'a disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya. Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan do'a. Dalam do'anya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.
          Kepikiran dengan konsidi Siti, dini hari terbangun dari tidur saya buka internet dan search situs Trans7 khususnya acara Orang-Orang Pinggiran. Akhirnya saya dapatkan alamat Siti di Kampung Cipendeuy, Desa Cibereum, Cilangkahan, Banten dan nomor contact person Pak Tono 0858 1378 8136.
Usai sholat Subuh saya hubungi Pak Tono, meski agak sulit bisa tersambung. Beliau tinggal sekitar 50 km jauhnya dari kampung Siti. Pak Tono-lah yang menghubungi Trans7 agar mengangkat kisah hidup Siti di acara OOP. Menurut keterangan Pak Tono, keluarga itu memang sangat miskin, Ibunda Siti tak punya KTP. Pantas saja dia tak terjangkau bantuan resmi Pemerintah yang selalu mengedepankan persyaratan legalitas formal ketimbang fakta kemiskinan itu sendiri. Pak Tono bersedia menjemput saya di Malimping, lalu bersama-sama menuju rumah Siti, jika kita mau memberikan bantuan. Pak Tono berpesan jangan bawa mobil sedan sebab tak bakal bisa masuk dengan medan jalan yang berat.

          Saya pun lalu menghubungi Rumah Zakat kota Cilegon. Saya meminta pihak Rumah Zakat sebagai aksi “tanggap darurat” agar bisa menyalurkan kornet Super Qurban agar Siti dan Ibunya bisa makan daging, setidaknya menyelematkan mereka dari ancaman gizi buruk. Dari obrolan saya dengan Pengurus Rumah Zakat, saya sampaikan keinginan saya untuk memberi Siti dan Ibunya “kail”. Memberi “ikan” untuk tahap awal boleh-boleh saja, tapi memberdayakan Ibunda Siti agar bisa mandiri secara ekonomi tentunya akan lebih bermanfaat untuk jangka panjang. Saya berpikir alangkah baiknya memberi modal pada Ibunda Siti untuk berjualan makanan dan buka warung bakso, agar kedua ibu dan anak itu tidak terpisah seharian. Siti juga tak perlu berlelah-lelah seharian, dia bisa bantu Ibunya berjualan sambil belajar.
Mengingat untuk memberi “kail” tentu butuh dana tak sedikit, pagi ini saya menulis kisah Siti dan memforward ke grup-grup BBM yang ada di kontak BB saya. Juga melalui Facebook. Alhamdulillah sudah ada beberapa respon positif dari beberapa teman saya. Bahkan ada yang sudah tak sabar ingin segera diajak ke Malimping untuk menemui Siti dan memeluknya. Bukan hanya bantuan berupa uang yang saya kumpulkan, tapi jika ada teman-teman yang punya putri berusia 7-8 tahun, biasanya bajunya cepat sesak meski masih bagus, alangkah bermanfaat kalau diberikan pada Siti.

          Adapula teman yang menawarkan jadi orang tua asuh Siti dan mengajak Siti dan Ibunya tinggal di rumahnya. Semua itu akan saya sampaikan kepada Pak Tono dan Ibunda Siti kalau saya bertemu nanti. Saya menulis artikel ini bukan ingin menjadikan Siti seperti Darsem, TKW yang jadi milyarder mendadak dan kemudian bermewah-mewah dengan uang sumbangan donatur pemirsa TV sehingga pemirsa akhirnya mensomasi Darsem. Jika permasalahan Siti telah teratasi kelak, uang yang terkumpul akan saya minta kepada Rumah Zakat untuk disalurkan kepada Siti-Siti lain yang saya yakin jumlahnya ada beberapa di sekitar kampung Siti.
          Mengetuk hati penguasa formal, mungkin sudah tak banyak membantu. Saya menulis shout kepada Ibu Atut sebagai “Ratu” penguasa Banten ketika kejadian jembatan ala Indiana Jones terekspose, tapi toh tak ada respon. Di media massa juga tak ada tanggapan dari Gubernur Banten meski kisah itu sudah masuk pemberitaan media massa internasional. Tapi dengan melalui grup BBM, Facebook dan Kompasiana, saya yakin masih ada orang-rang yang terketuk hatinya untuk berbagi dan menolong. Berikut saya tampilkan foto-foto Siti yang saya ambil dari FB Orang-Orang Pinggiran. Semoga menyentuh hati nurani kita semua.



Semoga kisah Siti  ini bisa menjadi Inspirasi dan Motivasi buat kita semua, agar kita lebih memperhatikan sauadara-saudara kita yang kurang mampu dan lemah.


* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid