Jumat, 28 November 2014

Inilah Gambaran Padang Mahsyar yang di Gambarkan oleh Baginda Rosulullah SAW



 Rosulullah SAW. bersabda :

“Semua bagian tubuh manusia akan hancur kecuali satu tulang, yaitu ujung ekornya (ajab al-dzanb). Dari tulang inilah dibangunkan kembali penciptaannya pada hari kiamat.”

Hadist sohih ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. Dalam riwayat Abu Ya’la dan Al-Hakim dari Abu Said Al-Khudri, para sahabat lalu bertanya :
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah rupa ujung ekor itu?” Baginda menjawab, “Seperti biji sawi (habbat khardal).” Maknanya tulang itu sangat kecil sehingga hampir tak terlihat oleh mata biasa."

Beberapa hadist menjelaskan bahwa proses pengembalian makhluk dimulai dengan hujan yang sangat lebat menyirami bumi selama beberapa hari. Air itu menumbuhkan tulang bakal makhluk yang terpendam di bawah tanah ini tumbuh dan berkembang. Rosulullah SAW. bersabda: “Mereka kemudian tumbuh bagaikan sayuran di musim hujan.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Apabila hari kebangkitan yang ditentukan telah tiba, Israfil meniup sangkakalanya (sur) yang mengembalikan setiap roh ke jasad. Manusia dan makhluk-makhluk Allah yang lain mulai tersadar dari tidur yang panjang. Mereka berkata, “Duhai celakalah kami. Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami?” seperti yang diceritakan dalam surah Yasin: 52.

Rosulullah SAW. bersabda: “Semua manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitankan sebagaimana keadaan mereka ketika pertama kali diciptakan.” Rosulullah SAW lalu membaca: Sebagaimana kami menciptakan (manusia) pertama kali, maka kami akan mengembalikannya. Itu merupakan janji yang akan kami laksanakan.” (QS Al-Anbiya: 104).


  • Padang Mahsyar
      Tidak lama kemudian, semua makhluk bergerak dalam rombongan besar yang terdiri dari jutaan manusia menuju ke satu arah. “Hati manusia pada waktu itu sangat takut, pandangannya tertunduk.” (QS Al-Nazi’at: 8-9). Sebagian mereka berjalan dengan kakinya, sebagian yang lain merangkak dengan tangannya, bahkan ada juga yang berjalan “dengan wajahnya”. Seseorang bertanya kepada Rosulullah SAW “Bagaimana seorang kafir berjalan dengan wajahnya?” Baginda menjawab, “Bukankah (Allah) yang membuatnya dapat berjalan dengan kaki, maka Dia juga mampu membuatnya berjalan dengan wajah?” Hadis riwayat Muslim.

Mereka kemudian berkumpul di Mahsyar; sebuah padang luas yang tanahnya putih bak pasir di pinggir pantai, datar tanpa bukit dan lubang. Tak ada bangunan ataupun bendera yang menunjukkan pemilikan. Al-Ghazali berkata, “Janganlah engkau mengira bahwa tanah itu seperti tanah di dunia ini. Tidak ada kesamaan antara keduanya melainkan namanya saja.”

Ibn Mas’ud berkata, “Tanah pada hari itu semuanya (dipenuhi) api, dan Surga di seberangnya telah terlihat bersama para bidadari dan cawan-cawan minumannya.” Diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam kitab “Al-Zuhd”.

  • Keringat
      Bayangkan jutaan manusia sejak zaman Nabi Adam hingga generasi terakhir berkumpul dan bersesak-sesakan. Di bawah sinar matahari yang sangat panas, tanah yang membara, ditambah lagi suasana hati yang dipenuhi ketakutan, pada saat itu tubuh manusia basah dengan keringat. Dalam hadis Muslim dari Al-Miqdad bin Al-Aswad, Nabi SAW bersabda, “Pada hari kiamat matahari didekatkan kepada manusia sejarak satu mil. Maka semua manusia tenggelam di dalam keringatnya sesuai dengan amal perbuatannya (di dunia). Sebagian mereka tenggelam hingga ke mata kaki, sebagian yang lain hingga ke pinggangnya dan sebagian yang lain hingga ke mulutnya.”

Imam Ibn Abi Jamrah dalam Syarh Shohih Al-Bukhari berkata, “Manusia yang paling tersiksa dengan keringatnya ini adalah orang-orang kafir, kemudian (Muslim) pelaku dosa-dosa besar, dan seterusnya.”

Imam Al-Ghazali berkata dalam Ihyak Ulumiddin, “Ketahuilah setiap titis keringat yang tidak pernah dikeluarkan dalam bekerja di jalan Allah, dalam haji, jihad, puasa, tahajud, membantu Muslim atau beramar makruf nahi munkar, maka keringat itu akan dikeluarkan oleh rasa malu dan takut pada hari kiamat nanti.”

  • Balasan Amal sebelum Hisab
      Singkat kata, setiap orang pada hari kebangkitan ini merasa sangat tersiksa jauh sebelum mereka dihisab. Setiap orang merasakan sangat haus, lapar, penat, takut, sedih, bimbang stres dan berbagai kesusahan dzohir dan batin serta lain-lain yang belum dapat kita bayangkan pada saat ini. Mereka terus dalam keadaan itu bertahun-tahun lamanya hingga Allah berkenan memulakan proses hisab dan penghitungan amal. Al-Ghazali berkata, “Pikirkanlah suasana panjang dan beratnya penungguan hari itu agar dengan itu terasa ringan bagimu dalam bersabar meninggalkan maksiat sepanjang hidupmu yang singkat ini.”

Pada hari itu, sekecil apa pun amal kebaikan yang pernah dilakukan seseorang di dunia sangat berharga untuk melepaskan sebagian dari siksaan yang dideritanya ini. Rosulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melepaskan seorang mukmin dari kesusahan, maka Allah akan melepaskan darinya satu daripada kesusahan yang terdapat pada hari kiamat.” (Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah).

Daripada Abu Qatadah bahwa Nabi SAW. bersabda, “Barang siapa yang menginginkan agar Allah menyelamatkannya daripada kesusahan (yang dialami) pada hari Kiamat, maka bantulah orang yang dalam kesusahan, atau kurangilah kesusahannya.” (Riwayat Muslim).

Daripada ‘Uqbah bin ‘Amir bahawa Nabi SAW bersabda, “Seseorang akan berteduh di bawah naungan sedekahnya hingga waktu pengadilan (hisab) tiba.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di “Musnad”-nya.

Al-Hafiz Ibn Abi Al-Dunya meriwayatkan daripada Ibn Mas’ud, “Semua manusia dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan telanjang, sangat lapar, sangat haus dan sangat penat. Barang siapa yang pernah memberikan pakaian karena Allah, maka Allah akan memberinya pakaian. Barang siapa yang pernah memberi makan karena Allah, maka Allah akan memberinya makanan. Barang siapa yang pernah memberi minum karena Allah, maka Allah akan memberinya minuman. Dan barang siapa yang pernah memaafkan karena Allah, maka Allah akan memaafkannya.”

Ulama tabiin kenamaan di kota Mekah, Sufyan bin ‘Uyainah, berkata, “Tidak ada nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya melebihi kebesaran kalimat tauhid: La ilaha illallah. Sebab kalimat ini di akhirat ibarat air sejuk di dunia.” Diceritakan oleh Imam Al-Hafiz Jamaluddin Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal fi Asma Al-Rijal.

  • Di bawah Naungan Allah
      Sementara itu, apabila kebanyakan manusia dalam kesusahan, terdapat orang-orang tertentu yang seolah-olah tidak mengalami sebarang siksaan apa pun. Mereka adalah orang-orang yang di dunia telah mengalami kesusahan sekejap demi menjaga agama dan prinsipnya, ketika kebanyakan manusia pada saat itu menikmati keseronokan hawa nafsunya.

Rosulullah SAW bercerita tentang mereka, “Tujuh golongan yang berada di bawah naungan Allah ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya: pemimpin yang adil, pemuda yang tubuhnya sentiasa menyembah Allah, seseorang yang hatinya terpaut kepada masjid jika ia keluar hingga kembali semula, dua orang yang saling mencintai karena Allah: mereka berjumpa dan berpisah karena-Nya, seseorang yang mengingat Allah dalam keadaan sendirian hingga meneteskan air mata, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita cantik dan terhormat namun menolaknya dengan berkata: aku takut kepada Allah, dan seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya.”

Hadist shohih yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim ini mengandung keutamaan luar biasa untuk orang-orang yang memiliki salah satu, apalagi lebih, dari tujuh sifat ini. Yaitu adil, menjaga kebersihan diri sejak muda, sangat mencintai masjid, cinta karena Allah, mengingat Allah dalam keadaan sendirian, menjaga diri daripada zina, dan bersedekah tanpa mengharap sembarang pujian ataupun balasan.

Imam ahli hadist terbesar di Andalusia Al-Hafiz Ibn Abdil Bar dalam dua kitabnya Al-Tamhid dan Al-Istizkar mentakwil kalimat “Naungan Allah” yang disebutkan dalam hadist ini dengan “Rahmat Allah.” Sebab mustahil Allah SWT memiliki bayangan hingga manusia dapat berteduh di bawahnya.

Ahli hadist yang dikenal dengan gelaran Hafiz Al-Maghrib ini selanjutnya berkata, “Barang siapa yang berada di bawah naungan Allah, maka ia selamat dari kengerian hari kebangkitan dan segala sesuatu yang tengah menimpa manusia lain pada saat itu seperti rasa kuatir, stres dan (siksaan) keringat.”


  • Wasilah: Syafaat Terbesar
      Setelah sekian lama berdiri di padang Mahsyar yang penuh derita itu, semua manusia sudah tidak mampu lagi menunggu. Mereka segera mendatangi nabi-nabi kekasih Allah agar mereka diperkenankan permintaan bagi Allah memulai hisab. Namun semua nabi-nabi, mulai dari Nabi Adam hingga Nabi Isa as, tidak ada yang berani mengabulkan permintaan itu. Mereka semua terlalu sibuk memikirkan kesalahan yang pernah mereka lakukan sehingga malu untuk meminta kepada Allah pada hari yang sangat menakutkan itu.

Para nabi dan rasul kemudian mengarahkan semua manusia supaya menemui kekasih Allah, pemilik wasilah dan syafaat terbesar, Baginda Muhammad SAW. Semua manusia kemudian melaksanakan anjuran tersebut. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Baginda segera berjalan ke arah Arasy lalu bersujud dan memuji Allah SWT dengan puja-pujian yang belum pernah beliau ucapkan sebelumnya. Allah SWT. lalu berfirman, “Wahai Muhammad, angkat kepalamu. Mintalah, Aku akan mengabulkan.” Rasulullah SAW segera meminta untuk dimulai hisab.

Allah segera menurunkan perintahnya kepada semua malaikat, maka hisab yang sangat menentukan itu segera dimulai.





      Semoga Artikel tentang Inilah Gambaran Padang Mahsyar yang di Gambarkan oleh Baginda Rosulullah SAW ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Kamis, 27 November 2014

Seindah - indah Poligami ( Aku dan Tiga "Istriku" )


Ketika poligami menjadi sesuatu yang menakut kan, kami sudah menjalaninya dengan menyenangkan.



Aku dikaruniai 3 “istri” yang sangat mendukung perjuanganku.

Ketiga istriku saling bersinergi menghadirkan surga di dunia ini menuju surga sebenarnya nanti.

Aku menikahi “istri” pertamaku pada saat usiaku masih sangat belia.

Aku jatuh hati pada pandangan pertama.

Tak perlu waktu lama untuk memproses pernikahanku. Istri pertamaku sangat sayang kepadaku, ia selalu menuntun dan membimbingku setiap aku ditimpa masalah dalam hidup.

Aku tak akan pernah kehilangan cinta kepadanya.

Istri pertamakulah yang menunjukkan aku pada calon “istri” keduaku.

Aku banyak mengetahui dia dari istri pertamaku itu. Begitu banyak hal yang menarik yang ditunjukkan calon istri keduaku itu, maka tak perlu waktu lama, akupun segera menikahinya.

Aku begitu bersemangat bergairah hidup bersama keduanya. Tak berhenti sampai disini kebahagiaanku.

Kedua istriku itu membujukku untuk segera memperistri seorang akhwat shalihah yang aku sendiri belum pernah mengenal dia sebelumnya, kecuali dari selembar biodata dan sedikit informasi dari sahabat dan keluarganya.

Bahkan usiaku belum genap 22 tahun saat itu. Tapi karena aku sudah sangat percaya kepada kedua istriku itu, maka dengan mengucap bismillah aku menikahi istri ke tiga ku
Tapi dibanding yang lainnya, istri ketiga ini paling Banyak Berkorban..

Demi kedua istriku sebelumnya, dia lebih banyak mengalah untuk memberiku waktu lebih banyak bersama mereka.

Dia sudah tahu bahwa aku menikahi istri pertama dan kedua atas dasar cinta, tapi aku menikahi istri ketigaku atas dasar cintaku pada kedua istriku pertamaku itu.

Cinta itu baru tumbuh belakangan, setelah kutahu bahwa dia begitu cinta kepadaku.

Istriku ketigaku pun sangat hormat, cinta dan sayang kepada dua istri pertamaku.

“Istri” Pertamaku bernama Ilmu, dia begitu bercahaya dihatiku. 
“Istri” Keduaku bernama Dakwah, ia begitu menginspirasi gerak kehidupanku.

“Dan istri Ketigaku itulah istriku sebenarnya, yang rela menikah denganku atas bimbingan Ilmu dan Dakwah


Semoga cinta ini kekal hingga ke surga. “Ya Allah, ini adalah pembagianku dalam hal-hal yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku pada sesuatu yang tidak aku miliki.” (HR. Bukhari dalkkkam kitab Fathul Baari Juz 9 hal. 224)




         Semoga Cerpen tentang Seindah-indah Poligami ( Aku dan Tiga "Istriku" ) ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Rabu, 26 November 2014

Hikmah Dibalik Do'a Yang Tidak Terkabul


         Ada seseorang yang rajin berdo'a, meminta sesuatu kepada Allah. Orangnya begitu sholeh dan ibadahnya pun baik. Tetapi do’a yang dipanjatkannya tak kunjung terkabul.

         Sebulan menunggu masih belum terkabul juga. Tetap dia berdo'a. Tiga bulan berlalu juga belum terkabul. Tetap dia meneruskan do’anya. Hingga hampir satu tahun doa yang ia panjatkan, belum terkabul juga.

Dia melihat teman kantornya. Orangnya biasa saja. Tak istimewa. Sholat masih bolong-bolong. Kelakuannya juga sering nggak beres, sering tipu-tipu, bohong sana-sini. Tapi anehnya, apa yang dia do'akan, semuanya dipenuhi.

Orang sholeh ini pun heran. Akhirnya, dia pun mendatangi seorang ustadz. Berceritalah dia mengenai permasalahan yang sedang dihadapi. Tentang do'anya yang sulit terkabul padahal dia taat, sedangkan temannya yang bandel, malah mendapat apa yang dia inginkan.

Tersenyumlah ustadz ini. Bertanyalah sang ustadz ke orang sholeh ini, “kalau Anda lagi duduk di warung, kemudian datang pengamen, tampilannya urakan, maen musiknya gak benar, suaranya fals, bagaimana?”, orang sholeh tadi menjawab, “segera saya kasih pak ustadz, gak tahan ngeliat dan ndengerin dia lama-lama di situ, sambil nyanyi pula.”

“Kalau pengamennya yang dateng rapi, main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana?” tanya sang ustadz lagi. Orang shalih pun segera menjawab, “wah, kalo gitu, saya dengerin ustadz. Saya biarin dia nyanyi sampai habis. Lama pun nggak masalah. Kalau perlu saya suruh nyanyi lagi. Nyanyi sampai sealbum pun saya rela. Kalau pengamen tadi saya kasih 500 rupiah, yang ini 50.000 rupiah juga berani, ustadz.”

Pak ustadz pun tersenyum dan menjelaskan “begitulah nak.. Allah ketika melihat engkau, yang sholeh, datang menghadap-Nya, Allah betah dengerin do'amu. Melihat kamu. Dan Allah pengen sering ketemu kamu dalam waktu yang lama. Buat Allah, ngasih apa yang kamu mau itu gampang betul. Tapi Dia ingin menahan kamu biar khusyuk, biar deket sama Dia. Coba bayangin, kalo do'amu cepet dikabulin, apa kamu bakal sedekat ini? Dan di penghujung nanti, apa yang kamu dapatkan kemungkinan besar jauh lebih besar dari apa yang kamu minta.”

“Beda sama temenmu itu. Allah gak mau kayaknya, dia deket-deket sama Allah. Udah dibiarin biar bergelimang dosa aja dia ini. Makanya Allah buru-buru kasih aja. Udah. Jatahnya ya segitu doang. Gak nambah lagi.” lanjut sang ustadz.

“Dan yakinlah..”, kata sang ustadz, “kalaupun apa yang kamu minta ternyata gak Allah kasih sampai akhir hidupmu, masih ada akhirat, nak. Sebaik-baik pembalasan adalah jatah surga buat kita. Nggak bakal merasa kurang kita di situ.”

Tersadarlah orang tadi. Ia pun beristighfar, sudah berprasangka buruk kepada Allah. Padahal Allah betul-betul sangat menyayanginya.




             Semoga Cerpen tentang Hikmah Dibalik Do'a Yang Tidak Terkabul ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid


Senin, 24 November 2014

Said bin Amir Al-Jumahi, Gubernur Yang Miskin


         Pada masa Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab ra, ada seorang gubernur yang ditugaskan di Syiria. Gubernur itu bernama Said bin Amir, ia adalah seorang pemimpin yang baik, jujur dan sangat dicintai rakyatnya.
Namun kehidupannya tak sama seperti gubernur lainnya, dia hidup dalam keprihatinan. Dia bukanlah orang kaya, tak ada rumah mewah, tak ada kendaraan dinas, dan tak mau pula menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya.

         Suatu ketika, serombongan rakyat Syiria datang menghadap Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab ra, lalu Umar bin Khattab ra berkata kepada mereka:
Coba kalian tuliskan nama-nama orang miskin yang ada di Syiria, sebab saya akan memberikan bantuan kepada mereka dari baitul mal.
Diperintah seperti itu mereka rakyat Syiria pun langsung melaksanakannya. Mereka mulai menulis satu persatu siapa saja penduduk Syiria yang tergolong miskin. Setelah selesai catatan itu diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khattab ra. Umar pun membaca dan alangkah terkejutnya beliau tatkala melihat nama Sang Gubernur turut tercantum disana, ia sambil berkata, "Siapa Said bin Amir ini ? Mereka menjawab: Dia adalah gubernur kami Ya Khalifah.''

"Gubernur kalian miskin ????“ tanya Khalifah Umar.

"Benar, wahai Amirul Mukminin" jawab mereka serempak.

"Bahkan sudah beberapa hari ini kami melihat istrinya tidak memasak apapun" lanjut mereka.

Mendengar jawaban tersebut Khalifah Umar bin Khattab ra menjadi terharu. Ia tak kuasa untuk menahan air matanya. Ia menangis tersedu-sedu seraya memasukkan uang 1000 dinar ke dalam kantong, lalu ia berkata :

"Bawa ini ke gubernur kamu, dan serahkan ini untuk biaya hidupnya".

Rombongan itu kembali ke Syiria dan menyerahkan titipan khalifah Umar kepada gubernur. Gubernur Said bin Amir menerimanya namun saat membuka kantong ia berucap dengan kencang "Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, telah datang kepadaku dunia yang akan merusak akhiratku". Mendengar penuturan suaminya sang Istri berkata : "Lenyapkan saja dunia itu wahai suamiku".
Atas persetujuan istrinya, Gubernur Said bin Amir langsung saja membagi-bagikan uang seribu dinar tersebut kepada para rakyatnya.


          Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab berkunjung ke Syiria untuk melihat keadaan umat Islam di sana, ia pun tak lupa menanyakan kepada rakyat Syiria tentang apa saja yang telah dilakukan oleh Gubernur mereka, Said bin Amir.
Karena ini adalah merupakan momen yang langka, sangat jarang bisa mendapatkan momen seperti ini, bisa bertemu langsung dengan Khalifah Umar bin Khattab, rakyat pun mengadukan tiga hal terkait gubernur mereka.
Khalifah juga mendatangkan Sang Gubernur agar bisa bersama-sama mendengarkan keluhan rakyat Syiria.
Salah seorang rakyat mengadu, "Wahai Khalifah, Gubernur kami selalu datang terlambat dalam bekerja, dia baru datang saat hari telah hampir siang."
Mendengar keluhan itu Khalifah Umar bin Khattab meminta keterangan kepada Said bin Amir, kenapa hal itu bisa terjadi.

Said bin Amir menjawab: “Demi Allah, sebenarnya saya tidak ingin mengatakan hal ini. Akan tetapi setiap pagi saya harus bekerja membuat roti untuk keluarga saya, karena saya tidak memiliki pembantu, setelah semuanya selesai, barulah saya berwudhu dan keluar untuk bekerja menemui rakyat.''

Lalu Khalifah bertanya lagi. "Apakah masih ada keluhkan kalian yang lain terhadap gubernur kalian?"
Seorang rakyat mengacunkan tangan "Wahai Khalifah, ketika malam telah tiba gubernur kami tidak mau menerima tamu siapapun.''

Said bin Amir kembali menjawab, “Aku membagi waktuku, siang kugunakan untuk bekerja dan mengurusi urusan dunia, sedangkan waktuku di malam hari aku gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.''

Khalifah kembali membuka kesempatan, “Apalagi keluhan kalian?“
Seorang rakyat kembali berkata “Setiap bulan gubernur memiliki satu hari yang tidak mau diganggu oleh siapapun.”

Gubernur menjawab, “Aku tidak punya pembantu yang mencucikan pakaianku, dan aku juga tidak memiliki pakaian kecuali satu-satunya hanya yang aku pakai sekarang ini, pada hari itu, aku mencuci pakaianku dan aku menunggunya sampai kering sehingga aku tidak bisa menemui rakyatku, setelah pakaianku kering pada sore hari barulah aku pakai lagi dan menemui rakyatku.”

Mendengar penjelasan Sang Gubernur, Khalifah Umar bin Khattab menjadi berdecak kagum dan berkata "Subhanallah...!"



Sahabat pembaca Goresan Mutiara Tanganku yang budiman, cerita di atas sangat menginspirasi kita, betapa kontras perbedaan yang terjadi antara cerita diatas dengan keadaan pemimpin di negeri ini.
Di negeri ini seseorang yang ingin maju dalam pemilihan gubernur, mestilah ia harus menyiapkan uang milyaran rupiah untuk kampanye dan menarik simpati rakyat.

Aneka macam taktik dan siasatpun disusun dan direncanakan, kadang tidak lagi berpikir apakah cara-cara itu halal atau haram? boleh atau tidak?.

Lihatlah Said bin Amir, beliau adalah seorang pemimpin yang patut untuk dijadikan contoh. Kehidupannya sangat memprihatinkan bahkan jauh dibawah rakyatnya sendiri, dia bahkan termasuk ke dalam daftar orang yang paling miskin didaerah yang dipimpinnya sendiri, luar biasa. Namun meski begitu, dia bisa melaksanakan amanah dengan baik.


Ingat, jabatan itu adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin, bukan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga dengan cara menumpuk harta.
Setiap amanah yang akan diberikan kepada kita harus benar-benar diperhitungkan terlebih dahulu apakah mampu mempertanggungjawabkannya atau tidak. Setiap pejabat tentu mengucapkan sumpah sebelum mengawali tugasnya. Menyebut sumpah itu sudah merupakan janji, apalagi menyebut 'Demi Allah'.
Orang yang mempunyai jabatan, pangkat, kedudukan, jika dia tidak mampu mempertanggung-jawabkannya, maka semuanya itu justru menjadi jalan kehinaan bagi dirinya dan merupakan menjadi sumber penyesalan yang tak berkesudahan kelak di akhirat.

Wallahu a’lam bish-shawab...


        Semoga Kisah Tentang Said bin Amir Al-Jumahi, Gubernur Yang Miskin ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita terutama untuk Sahabat yang berkeinginan menjadi pemimpin. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Sabtu, 22 November 2014

Adab Menguap



          
           Salah satu ibadah yang telah diremehkan oleh sebagian kaum muslim adalah menjaga adab-adab yang telah diajarkan oleh Islam. Ada diantara adab-adab tersebut memang terkesan sepele, tetapi jika kita mengamalkannya dengan niat beribadah dan dengan niat meneladani Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, amal tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah Ta’ala.


Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan hasil sesuai dengan niatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Berikut ini hal remeh temeh tapi ternyata sesuatu yang menjadi bahasan dalam Islam, yakni menguap.

Salah satu adab islami yang sudah banyak ditinggalkan kaum muslimin adalah adab ketika menguap. Banyak kaum muslimin saat ini yang tidak mengetahui adab ini. Ketika menguap, seharusnya seorang muslim menahannya semampu mungkin. Akan tetapi, banyak dari kita, membuka mulut lebar-lebar saat menguap, sehingga semua orang pun bisa melihat seluruh isi mulutnya.

Sesungguhnya jika seorang muslim mengetahui betapa besar pahala yang akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika seorang muslim meneladani Rosul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah pasti manusia akan berlomba-lomba melaksanakan adab-adab yang telah diajarkan oleh Islam ini. Meskipun hal tersebut dalam perkara yang remeh di mata manusia.

Dalam sebuah hadis riwayat Al-Bukhari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Menguap itu dari setan, maka bila seorang dari kalian menguap hendaklah ia berusaha menolaknya semaksimal mungkin." (HR. Muslim)

Dari satu hadis mulia ini, demikian pula beberapa hadis lainnya, kita akan mempelajari adab mulia yang mesti diperhatikan oleh orang yang menguap. Berikut beberapa adab tersebut.


  • 1.  Anjuran untuk menolak menguap
Hal ini sebagaimana dalam hadis yang telah kita sajikan di atas bahwa menguap adalah dari setan, maka itu kita dianjurkan untuk menolaknya semaksimal mungkin.


Menguap Ketika Sholat

Demikian pula bila dirasa menguap tersebut akan datang kepada seorang yang sedang mengerjakan ibadah salat, maka hendaknya ia lebih ekstra lagi dalam menolaknya. Sebab kondisi salat lebih utama untuk dijaga dari pada kondisi-kondisi lainnya.

Dalam hal ini Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:

“Bila seorang dari kalian menguap dalam salat, maka hendaklah ia menahannya semaksimal mungkin, sebab setan bisa masuk." (HR. Muslim).

Setan akan masuk? Hal ini bukan hal aneh bagi mukmin yang beriman, sebab setan benar-benar bisa masuk ke tubuh manusia. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya setan bisa berjalan pada (tubuh) manusia seperti mengalirnya darah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).


  • 2.  Menutup mulut dengan tangan
Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, no. 2995 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersaba:

Bila seorang dari kalian menguap, hendaklah ia menutup mulutnya dengan tangan, sebab setan bisa masuk. (HR. Muslim)


  • 3. Tidak mengucapkan ‘Haaah’ , ‘Huuaaah’ atau semacamnya
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan pada hadits di atas. Alasannya adalah, suara seperti ini dapat membuat setan tertawa. Ia menertawakan orang yang menguap dengan cara seperti ini. Sudikah anda ditertawakan oleh setan? Tentu saja kita tidak ingin membuat setan tertawa lantaran merasa senang, girang dan menang.


  • 4. Tidak mengangkat suara ketika menguap
Mengangkat suara ketika menguap termasuk adab yang tidak baik, tidak enak didengar dan dapat membuat orang lari menjauh.

Sebagian orang terkadang sengaja mengangkat suara ketika menguap untuk membuat orang tertawa, dan dia bangga melakukannya. Ketahuilah! Itu bukan adab yang baik. Justru sebaliknya setan yang akan menertawakannya. Maka itu, hendaklah ia meninggalkan menguap dengan cara seperti ini.




   

          Semoga artikel tentang Adab Menguap ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Jumat, 21 November 2014

Kisah Sukses Bisnis Singkong Keju Meletus


        Pernah mendengar lagu era 80-an berjudul Anak Singkong? Dulu orang memang suka mengontraskan singkong dan keju. Singkong identik dengan kemiskinan, sedangkan keju melekat pada si kaya. Ternyata, kini, singkong dan keju bernasib sama: menyatu dalam camilan singkong keju.
Bahkan, saking larisnya, perpaduan keduanya mendatangkan rezeki yang mengalir deras bagi para penjualnya. Ari Prasetyo, salah satunya. Dia salah seorang pebisnis skala kecil yang menekuni usaha ini. Di tangannya, singkong dan keju menjadi makanan camilan tradisional yang membuat lidah pelanggan ketagihan. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan, mulai kelas kaki lima hingga orang kantoran.
Ari menamakan produknya Singkong Keju Meletus. Kok bisa? Tak ada filosofi yang mendasarinya. Cuma, kata Ari, pada 2005 silam, ketika dia baru menjalani bisnis ini, di Bandung, Jawa Barat, Gunung Merapi tengah meletus. Jadilah nama usahanya seperti itu. Awalnya, dia mengikuti jejak sukses sang kakak yang terlebih dulu menjalani usaha ini. “Ide sebenarnya berawal dari usaha kakak yang baru tiga bulan buka namun langsung mendapat sambutan yang baik dari pembeli,” paparnya, kemarin.

Tergiur melihat keberhasilan usaha sang kakak, motivasi usaha Ari bangkit. Dia kemudian berguru pada sang kakak selama satu bulan. “Sekalipun saudara, soal bumbu dan cita rasanya sangat rahasia dan tidak terbuka,” tandasnya.

Setelah cukup ilmu, Ari lantas membuka usaha sendiri. Modal awalnya cuma Rp 2 juta. Kini, jangan mengernyitkan dahi keheranan kalau Ari mengaku omsetnya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. “Kini saya tinggal menikmati manisnya saja,” katanya.
Awalnya memang tak mudah memasarkan singkong keju. Pelanggan masih menganggapnya sekadar singkong goreng biasa. Bahkan hanya untuk memasarkan, ia sempat menyebarkan brosur ke tempat keramaian. Namun, kini, masyarakat mulai memburu. Bahkan, di saat week-end, pembeli dari Jakarta memburu singkong keju buatannya ke Bandung.

Dalam dua hari, Ari menghabiskan 700 kg singkong dan 3,5 kg keju kraf. Bahkan, suatu saat dia pernah menghabiskan 17 kuintal singkong per hari sehingga kewalahan melayani tamu. Ari menjual singkong buatannya dalam dua kategori. Harga singkong dalam boks ukuran kecil, Rp 7.000. Sedang kan harga singkong keju dalam boks besar Rp 10.000.

Ari mengaku, untuk menjalankan usaha ini relatif gampang. Soalnya, dari segi tempat tak memerlukan lokasi yang mewah. Di kaki lima pun pelanggan memburu. “Pembeli dari berbagai kalangan bisa menikmati camilan gurih yang khas ini,” tandasnya.

Secara fisik, sebetulnya tidak ada yang istimewa singkong buatan Ari dengan singkong goreng lainnya, kecuali warnanya yang lebih kuning dan serpihan singkongnya hancur ketika digoreng. Tapi, soal rasa, singkong keju bikinannya jauh lebih nikmat ketimbang singkong biasa. Keju, itulah kunci kenikmatan Singkong Keju Meletus.

Cara membuatnya juga relatif gampang. Terlebih dulu singkong digoreng setengah matang. Setelah itu, singkong direndam dalam cairan keju selama kira-kira dua menit. Diamkan beberapa menit agar bumbu meresap. Pada tahap akhir, singkong setengah matang berlumur keju tersebut kembali digoreng untuk kedua kalinya.

Cara pembuatan yang gampang namun penikmatnya yang berjubel inilah yang membuat singkong keju kini banyak tersebar di kota-kota besar lainnya. Termasuk Jakarta. Dedi salah satunya. Baru tiga bulan lalu Dedi menekuni bisnis singkong keju di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Namun pelanggannya sudah banyak, rata-rata dari orang kantoran.

Dedi merancang produk singkong keju dengan topping coklat, meses, atau susu. “Selain empuk didalam dan gurih diluar, tampilan jadi lebih ramai,” katanya. Proses pembuatannya sama dengan Ari Prasetyo.
Dedi membanderol harga singkong buatannya Rp 5.000 ukuran kecil dan Rp 7.000 ukuran besar. Dalam sehari, Dedi menghabiskan dua kuintal singkong yang diambil dari Sukabumi dan tiga kilogram keju.
Mengawali usaha yang hanya bermodalkan sebesar Rp 6 juta untuk pembelian gerobak dan berikut alat masaknya, dalam tiga bulan modal sudah balik. Keuntungan per hari mencapai Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. “Lumayan, baru buka usaha sudah mendapat sambutan baik dari masyarakat,” tandasnya.



     
          Semoga Cerpen Tentang Kisah Sukses Bisnis Singkong Keju Meletus ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Sabtu, 15 November 2014

Sejarah dan Proses Turunnya Al - Qur'an


                                             ⌘  ~  Al-Qur’an  ~


          Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Bagi Muslim, Al-Quran merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga bagi umat Islam hingga saat ini. Di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.

  • Bagian-bagian Al-Qur’an
         Al-Qur’an mempunyai 114 surat, dengan surat terpanjang terdiri atas 286 ayat, yaitu Al Baqarah, dan terpendek terdiri dari 3 ayat, yaitu Al-‘Ashr, Al-Kautsar, dan An-Nashr.
Sebagian ulama menyatakan jumlah ayat di Al-Qur’an adalah 6.236, sebagian lagi menyatakan 6.666. Perbedaan jumlah ayat ini disebabkan karena perbedaan pandangan tentang kalimat Basmalah pada setiap awal surat (kecuali At-Taubah), kemudian tentang kata-kata pembuka surat yang terdiri dari susunan huruf-huruf seperti Yaa Siin, Alif Lam Miim, Ha Mim dll. Ada yang memasukkannya sebagai ayat, ada yang tidak mengikutsertakannya sebagai ayat.

Untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, para ulama membagi Al-Qur’an dalam 30 juz yang sama panjang, dan dalam 60 hizb (biasanya ditulis di bagian pinggir Al-Qur’an).
Masing-masing hizb dibagi lagi menjadi empat dengan tanda-tanda ar-rub’ (seperempat), an-nisf (seperdua), dan as-salasah (tiga perempat).

Selanjutnya Al-Qur’an dibagi pula dalam 554 ruku’, yaitu bagian yang terdiri atas beberapa ayat. Setiap satu ruku’ ditandai dengan huruf ‘ain di sebelah pinggirnya. Surat yang panjang berisi beberapa ruku’, sedang surat yang pendek hanya berisi satu ruku’.
Nisf Al-Qur’an (tanda pertengahan Al-Qur’an), terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 19 pada lafal walyatalattaf yang artinya: “hendaklah ia berlaku lemah lembut”.



  • Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, antara lain:

1. Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW tanpa memperlihatkan wujud aslinya. Nabi SAW tiba-tiba saja merasakan wahyu itu telah berada di dalam hatinya.

2. Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai manusia laki-laki dan mengucapkan kata-kata di hadapan Nabi SAW.

3. Wahyu turun kepada Nabi SAW seperti bunyi gemerincing lonceng.
Menurut Nabi SAW, cara inilah yang paling berat dirasakan, sampai-sampai Nabi SAW mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun di musim dingin yang sangat dingin.

4. Malaikat Jibril turun membawa wahyu dengan menampakkan wujudnya yang asli.
Setiap kali mendapat wahyu, Nabi SAW lalu menghafalkannya. Beliau dapat mengulangi wahyu yang diterima tepat seperti apa yang telah disampaikan Jibril kepadanya. Hafalan Nabi SAW ini selalu dikontrol oleh Malaikat Jibril.

Al-Qur’an diturunkan dalam 2 periode, yang Pertama Periode Mekah, yaitu saat Nabi SAW bermukim di Mekah (610-622 M) sampai Nabi SAW melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa itu disebut ayat-ayat Makkiyah, yang berjumlah 4.726 ayat, meliputi 89 surat.

Kedua adalah Periode Madinah, yaitu masa setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah (622-632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini dinamakan ayat-ayat Madaniyyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat.



  • Ciri-ciri Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah
Makkiyah
  1. Dimulai dengan kalimat "Yaa ayyuhannas (wahai manusia)" ayat-ayat teologi,
    kecuali dalam surat Al-Hajj [22], karena dipenghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dengan ungkapan yaa ayyuhalladziina amanu irka’u wasjudu.
  2. Terdapat Lafadz kolla 
  3. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf At Tahajji (terpotong-potong) seperti alif lam mim dan sebagainya,  terkecuali surat Al-Baqarah [2] dan Ali ‘Imran [3].
  4. Pada umumnya tema berceritakan tentang Nabi dan umat-umat terdahulu.
  5. Bercerita tentang Nabi Adam dan iblis, kecuali surat Al-baqaroah [2].
  6. Pada umumnya ayat-ayatnya ada huruf alif (pemisah).
  7. Pada umumnya ayatnya pendek-pendek
  8. Membahas tentang thelogi (aqidah)
  9. Banyak terdapat lafal sumpah.
  10. Mangandung seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir, dan menggambarkan keadaan surga dan neraka.

❖ Madaniyyah

  1. Dimulai dengan kalimat "Yaa ayyuhalladzina amanu (wahai orang-orang yang beriman) 
  2. Setiap surat yang berisi kewajiban atau sanksi.
  3. Pada umumnya ayat-ayatnya panjang-panjang.
  4. Berbicara tentang orang-orang munafik, masalah yang terkait dengan hukum dan muamalah, perdebatan ahli kitab.
  5. Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab.

Perbedaan Makkiyah dan Madaniyah

  1. Berdarakan waktu, inilah yang paling populer dikalangan mufasirin bahwa telah menjadi kesepakatan dikalangan mereka, bahwa surat atau ayat yang diturunkan sebelum hijrah adalah Makkiyah, sedangkan yang diturunkan sesudah hijrah adalah Madaniyah. Dalam hal ini tempat bukan menjadi ukuran. Misalnya QS Al-Maidah [5] : 3 adalah Madaniyah meskipun diturunkan di Arafah – Mekkah.
  2. Berdasarkan tempat, jika diturunkan di Mekkah (meliputi Mina, Arafah, Hudaybiyah) berarti Makkiyah. Jika diturunkan di Madinah (meliputi Badar dan Uhud) berarti Madaniyah.
  3. Berdasarkan Khitab, yaitu seruan yang disampaikan. Jika ditujukan kepada penduduk Mekkah maka Makkiyah. Jika ditujukan kepada penduduk Madinah maka berarti Madaniyah. Klasifikasi ini bermasalah jika seruan tidak ditujukan kepada keduanya.

Faedah/Manfaat mengetahui Makkiyah – Madaniyyah

  1. Mengetahui tempat dan waktu diturunkannya ayat Al-Qur’an, untuk membantu memahami penafsiran yang benar serta analisa nasikh-mansukhnya.
  2. Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode dan tahapan dakwah.
  3. Memahami sirah nabawiyah dan periode periode dakwahnya.

       Ayat Al-Qur’an yang pertama diterima Nabi Muhammad SAW adalah 5 ayat pertama surat Al-‘Alaq, ketika ia sedang berkhalwat di Gua Hira, sebuah gua yang terletak di pegunungan sekitar kota Mekah, pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610). Kala itu usia Nabi SAW 40 tahun.




       Para ulama ahli tafsir menjelaskan bahwa turunnya Al-Qur’an berdasarkan dalil ayat Al-Qur’an dan riwayat Hadits shahih melalui tiga tahap yaitu :

  • Tahap Pertama
Al-Qur’an berada di Lauhil Mahfuzh, sebagaimana firman Allah :

“ Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhil Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruuj: 20-22)


Ketika Al-Qur’an berada di Lauhil Mahfuzh tidak diketahui bagaimana keadaannya, kecuali Allah yang mengetahuinya, karena waktu itu Al-Qur’an berada di alam ghaib, kemudian Allah menampakkan atau menurunkannya ke Baitul ‘Izzah di langit bumi. Secara umum, demikian itu menunjukkan adanya Lauhil Mahfuzh, yaitu yang merekam segala qadha dan takdir Allah SWT, segala sesuatu yang sudah, sedang, atau yang akan terjadi di alam semesta ini. Demikian ini merupakan bukti nyata akan mengagungkan kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Kuasa.

Jika keberadaan Al-Qur’an di Lauhil Mahfuzh itu merupakan Qadha (ketentuan) dari Allah SWT, maka ketika itu Al-Qur’an adanya persis sama dengan keadaannya sekarang. Namun demikian hakekatnya tidak dapat diketahui, kecuali oleh seorang Nabi yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Dan segala sesuatu yang terjadi di bumi ini telah tertulis dalam Lauhil Mahfuzh sebagaimana firman Allah :
 

“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. Al Hadiid: 22)

  • Tahap Kedua
Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh diturunkan ke langit bumi (Baitul ‘Izzah)
Berdasarkan kepada beberapa ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits berkah yang dinamakan malam Al-Qadar (Lailatul Qadar) dalam bulan suci Ramadhan. Sebagaimana firman Allah :


“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan.”
(Q.S Al-Qadr: 1)

Dan firman Allah :


“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
(Q.S. Al Baqarah: 185)

Dan firman Allah :


Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-Dukhaan: 3)

Tiga ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Al-Qur’an, diturunkan pada suatu malam bulan Ramadhan yang dinamakna malam Lailatul Qadar yang penuh berkah. Demikian juga berdasarkan beberapa riwayat sebagai berikut :


Riwayat dari Ibn Abbas ra. berkata :
Al-Qur'an dipisahkan dari Adz Dzikir lalu Al-Qur'an itu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, lalu Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi.”

Riwayat dari Ibnu Abbas berkata :
Al-Qur'an diturunkan sekaligus langit bumi (Bait Al-Izzah) berada di Mawaqi’a Al-Nujum (tempat bintang-bintang) dan kemudian Allah menurukan kepada Rasul-Nya dengan berangsur-angsur.”

Dan Hadits riwayat Imam Thabrani berkata:
Al-Qur'an diturunkan pada malam Al-Qadar pada bulan Ramadhan di langit bumi sekaligus kemudian diturunkan secara berangsur-angsur.”

Ketiga riwayat tersebut dijelaskan di dalam Al-Iqam bahwa ketiganya adalah sahih sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Suyuthy riwayat dari Ibn Abbas, dimana dia ditanya oleh Athiyah bin Aswad dia berkata :

“Dalam hatiku terdapat keraguan tentang firman Allah dalam surah Al - baqarah ayat 185 :
“ (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran.”

Dan firman Allah dalam surah Al - Qadr ayat 1:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”

Sedangkan Al-Qur’an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram, Safar dan bulan Rabi’ul Awwal dan Rabi’ul Akhir. Ibnu Abbas menjawab bahwa Al-Qur’an itu diturunkan pada bulan Ramadhan malam Lailatul Qadar secara sekaligus yang kemudian diturunkan kepada Nabi secara berangsur-angsur di sepanjang bulan dan hari.

Yang dimaksud dengan nujum (bertahap) adalah diturunkan sedikit demi sedikit dan terpisah-pisah, sebagiannya menjelaskan bagian yang lain sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Al-Suyuthy mengemukakan bahwa Al-Qurthuby telah menukilkan hikayat Ijma’ bahwa turunnya Al-Qur’an secara sekaligus adalah dari Lauh Al-Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit pertama.

Barangkali hikmah dari penurunan ini adalah untuk menyatakan keagungan Al-Qur’an dan kebesaran bagi orang yang diturunkannya dengan cara memberitahukan kepada penghuni langit yang tujuh bahwa kitab yang paling terakhir yang disampaikan kepada Rasul penutup dari umat pilihan sungguh telah diambang pintu dan niscaya akan segera diturunkan kepadanya.


As-Suyuthy berpendapat andaikata tidak ada hikmah Ilahiyah yang menyatakan turunnya kepada umat secara bertahap sesuai dengan keadaan niscaya akan sampai ke muka bumi secara sekaligus sebagaimana halnya kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Tetapi karena Allah SWT membedakan antara Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya, maka Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap, turun secara sekaligus kemudian diturunkan secara berangsur sebagai penghormatan terhadap orang yang akan menerimanya.


  • Tahap Ketiga :
Al-Qur’an diturunkan dari Baitul-‘Izzah kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari dengan cara sebagai berikut :

a. Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini Nabi SAW tidak ada melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu (wahyu) sudah ada dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi 

mengatakan: “Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam qalbuku.”
Firman Allah SWT :
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. Asy Syuuraa : 51).

b. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu.

c. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincingnya lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya berpancaran keringat, meskipun turunnya wahyu itu di musim dingin yang sangat. Kadang-kadang unta beliau terpaksa berhenti dan duduk karena merasa amat berat, bila wahyu itu turun ketika beliau sedang mengendarai unta. Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang oleh demam yang keras dan keringatnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa.”

 
d. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi, tidak berupa seorang laki-laki seperti keadaan point b, tetapi benar-benar seperti rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.” (Q.S. An-Najm: 13-14)
                                                


Berdasarkan uraian di atas, maka kesimpulan yang bisa kita dapat adalah :
1. Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada 17 Ramadhan tahun pertama kenabian atau di waktu Nabi Muhammad SAW telah di angkat menjadi Nabi Muhammad SAW, dan peringati sebagai Nuzulul Qur’an. Sebenarnya para ulama mengenai hal ini tidak sependapat. Ada tiga pendapat, mengenai ayat atau surat pertama sekali turun, yaitu ada yang mengatakan Surat Al-Fatihah, Surat Al-Mudatstsir, dan jumhur ulama berpendapat bahwa ayat pertama turun ialah Surat Al-‘Alaq 1-5.


2. Para ulama tidak sepakat mengenai ayat terakhir turun. Terdapat banyak pendapat mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun adalah Surat Al-Baqarah ayat 278, An-Nisa’ ayat 176, At-Taubah ayat 128-129, dan yang paling populer adalah Surat Al-Maidah ayat 3. Akan tetapi, pendapat yang paling kuat adalah Surat Al-Baqarah ayat 281.


3. Penyampaian Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW seiring dengan periode dakwah Nabi SAW, yang meliputi periode Mekkah dan periode Madinah. Ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan sehubungan dengan berbagai peristiwa, baik bersifat individual atau sosial (kemasyarakatan) yang terjadi berturut-turut selama kurang lebih 23 tahun sampai akhir hidup Rosulullah SAW.


4. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tidak dengan sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur. Hal ini dibuktikan dengan jumlah 86 surat yang diturunkan pada periode Mekkah lebih banyak dari jumlah 28 surat yang diturunkan pada periode Madinah. Perbedaan antara kedua periode ini ditandai dengan perjalanan dakwah islam oleh Rosulullah SAW, yaitu yang terdiri dari sebelum hijrah yang disebut periode Mekkah, dan setelah hijrah yang disebut periode Madinah. Dalilnya dapat dilihat pada Surat Al-Furqan ayat 32 dan Surat Al-Isra’ ayat 106.


5. Hikmah diturunkannya Al-Qur’an berangsur-angsur, yaitu:

  1. Menetapkan atau menguatkan hati Nabi Muhammad SAW.
  2. Berangsur-angsur dalam mendidik umat, yang sedang tumbuh ini, untuk menanamkan ilmu dan amal.
  3. Menyesuaikan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa itu.
  4. Memberikan isyarat yang nyata kepada musuh-musuh Islam, bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah yang datang dari Allah SWT bukan perkataan Nabi Muhammad SAW.


  • Kodifikasi Al-Qur’an
          Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Rosulullah SAW, bahkan sejak Al-Qur’an diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi SAW membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada mereka.
Disamping menyuruh mereka untuk menghafalkan ayat-ayat yang diajarkannya, Nabi SAW juga memerintahkan para sahabat untuk menuliskannya di atas pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, dan kepingan-kepingan tulang.
Setelah ayat-ayat yang diturunkan cukup satu surat, Nabi SAW memberi nama surat tsb untuk membedakannya dari yang lain. Nabi SAW juga memberi petunjuk tentang penempatan surat di dalam Al-Qur’an. Penyusunan ayat-ayat dan penempatannya di dalam susunan Al-Qur’an juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi SAW. Cara pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan di masa Nabi SAW tsb berlangsung sampai Al-Qur’an sempurna diturunkan dalam masa kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an, setiap tahun Jibril datang kepada Nabi SAW untuk memeriksa bacaannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi SAW dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi SAW sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Al-Qur’an dari kesalahan dan kekeliruan.



  • Para Hafidz dan Juru Tulis Al-Qur’an
          Pada masa Rosulullah SAW sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al-Qur’an), baik hafal sebagian saja atau seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik.

Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As.
Tulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rosulullah, mereka juga menulis untuk disimpan sendiri. Saat itu tulisan-tulisan tsb belum terkumpul dalam satu mushaf seperti yang dijumpai sekarang. Pengumpulan Al-Qur’an menjadi satu mushaf baru dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, setelah Rosulullah SAW wafat.

Kenapa Al-Qur’an Tidak Dibukukan Dalam Satu Mushhaf (Pada Masa Nabi)

Pengumpulan Al-Qur’an yang tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan melalui beberapa masa, dimana kemudian menjadi suatu mushhaf yang utuh.
Di sini kami bertanya: “Kenapa Al-Qur’an pada masa Nabi SAW tidak dikumpulkan dan disusun dalam bentuk satu mushhaf?. Jawabnya adalah:


Pertama: Al-Qur’an diturunkan tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur dan terpisah-pisah. Tidaklah mungkin untuk membukukannya sebelum secara keseluruhannya selesai.


Kedua: Sebagian ayat ada yang dimansukh. Bila turun ayat yang menyatakan nasakh, maka bagaimana mungkin bisa dibukukan datam satu buku.


Ketiga: Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. Sebagian ayat ada yang turunnya pada saat terakhir wahyu tetapi urutannya ditempatkan pada awal surat. Yang demikian tentunya menghendaki perubahan susunan tulisan.


Keempat: Masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasululah SAW adalah sangat pendek/dekat.
Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa ayat Al-Qur’an yang terakhir adalah:
Firman Allah SWT:

Kemudian Rosulullah SAW berpulang ke rahmatullah setelah sembilan hari dari turunnya ayat tersebut. Dengan demikian masanya sangat relatif singkat, yang tidak memungkinkan untuk menyusun atau membukukannya sebelum sempurna turunnya wahyu.

Kelima: Tidak ada motivasi yang mendorong untuk mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu mushaf sebagaimana yang timbul pada masa Abu Bakar. Orang-orang Islam ada dalam keadaan baik, ahli baca Qur’an begitu banyak, fitnah-fitnah dapat diatasi. Berbeda pada masa Abu Bakar dimana gejala-gejala telah ada; banyaknya yang gugur, sehingga khawatir kalau Al-Qur’an akan lenyap.


Kesimpulan: Kalau Al-Qur’an sudah dibukukan dalam satu mushaf, sedangkan situasi sebagaimana yang tersebut di atas, niscaya Al-Qur’an akan mengalami perubahan dan pergantian selaras dengan terjadinya naskh (ralat) atau munculnya sebab disamping perlengkapan menulis tidak mudah didapat.
Kondisi tidak akan membantu untuk melepaskan mushaf yang lebih dahulu dan harus berpegang pada mushaf yang baru karena tidak mungkin setiap bulan ada satu mushaf yang mencakup tiap ayat Al-Qur’an yang diturunkan. Namun setelah masalahnya stabil yaitu dengan berakhirnya penurunan, wafatnya Rosul, tidak lagi diralat, dan diketahuinya susunan, maka mungkinlah dibukukan menjadi satu mushaf. Dan inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar r.a. khalifah yang bijaksana, semoga Allah membalas jasanya atas perbuatan beliau dalam mengumpulkan Al-Qur’an beserta orang-orang Islam yang mengikuti jejaknya dengan balasan yang berlipat anda.

Beberapa Pertanyaan Sekitar Pengumpulan Al-Qur’an
Permasalahan yang mungkin sekali dihadapi dan diapungkan oleh kita
Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab secara terperinci. Secara ringkas kami simpulkan sebagai berikut:

Pertama: Mengapa Abu Bakar ragu-ragu dalam masalah pengumpulan Al-Qur’an padahal masalahnya sangat baik lagi pula diwajibkan oleh Islam?
Jawabnya adalah: Abu Bakar khawatir kalau-kalau orang mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal Al-Qur’an, cukup dengan hafalan yang tidak mantap dan khawatir kalau-kalau mereka hanya berpegang dengan apa yang ada pada mushaf yang akhirnya jiwa mereka lemah untuk menghafal Al-Qur’an. Minat untuk menghafal dan menghayati Al-Qur’an akan berkurang karena telah ada tulisan dan terdapat dalam mushaf-mushaf yang dicetak untuk standar membacanya, sedangkan sebelum ada mushaf-mushaf mereka begitu mencurahkan kesungguhannya untuk menghafal Al-Qur’an.


Dari segi yang lain bahwasanya Abu Bakar Siddiq adalah benar-benar orang yang bertitik-tolak dari batasan-batasan syari’at, selalu berpegang menurut jejak-jejak Rosulullah SAW, dimana ia khawatir kalau-kalau idenya itu termasuk bid’ah yang tidak dikehendaki oleh Rosul Karena itulah maka Abu Bakar mengatakan kepada Umar: “Mengapa saya harus mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW? Barangkali ia takut terseret oleh ide-ide dan gagasan yang membawanya untuk menyalahi sunnah Rosulullah SAW serta membawa kepada bid’ah.
Tetapi tatkala ia menganggap bahwa hal tersebut adalah sangat penting dan pendapat tersebut pada hakikatnya adalah merupakan suatu sarana yang amat penting demi kelestarian kitab Al-Qur’an dan demi terpeliharanya dari kemusnahan dan perubahan, lagi pula ia meyakini bahwa hal tersebut tidaklah termasuk masalah yang menyalahi ketentuan dan bid’ah yang sengaja dibikin-bikin, maka ia bertekad baik untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Akhirnya ia bisa memuaskan Zaid mengenai masalah ini sehingga Allah melapangkan dadanya dan Zaid tampil untuk melaksanakan usaha yang amat penting ini. wallahu alam.

Kedua: Kenapa Abu Bakar dalam hal ini memilih Zaid bin Tsabit dari shahabat lainnya?.
Jawabnya adalah: Zaid adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur’an, ia adalah orang yang hafal Al-Qur’an, ia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah SAW, ia menyamakan sajian yang terakhir dari Al-Qur’an yaitu dikala penutupan masa hayat Rosulullah SAW.
Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara’ (bersih dari noda), sangat besar tanggung jawabnya terhadap amanah, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas (IQ-nya tinggi). Demikianlah kesimpulan kata-kata Abu Bakar yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari tatkala ia memanggilnya dengan mengatakan: “Anda adalah seorang pemuda yang tangkas yang tidak kami ragukan. Anda adalah penulis wahyu Rosul”.
Dengan beberapa sifat dan keistimewaan di atas, Abu Bakar Shiddiq memilih dan menunjuknya sebagai pengumpul Al-Qur’an. Adapun alasan yang menyatakan bahwa Zaid bin Tsabit adalah seorang yang sangat teliti, dapat dilihat dari kata-katanya: “Demi Allah, andaikata saya ditugaskan untuk memindahkan sebuah bukit tidaklah lebih berat jika dibandingkan degan tugas yang dibebankan kepadaku ini”. (Al-Hadits).




        Semoga Artikel Tentang Sejarah dan Proses Turunnya Al-Qur'an ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Rokok


         Disuatu hari ada seorang Syeikh dan seorang Guru yang sedang berdialog, lambat laun topik pembicaran mengarah kepada perihal Rokok.

      
Guru : Syeikh, menurut saya rokok itu tidak haram 
Syeikh : kenapa?
Guru : (tak ada dalilnya) Saya ingin tahu, satu ayat saja yang menyebutkan ‘ diharamkan atas kalian rokok’
Syeikh : Apakah Anda makan jeruk, apel maupun pisang?
Guru : Iya
Syeikh : Apakah ada ayat yang menyebutkan bahwa jeruk, apel maupun pisang itu halal?
Guru : Tidak ada
Syeikh : Bagaimana tidak ada, bagaimana Al Qur’an tidak menyebutkan mana yang halal dan mana yang haram, padahal Al-Qur’an itu pedoman umat. Coba perhatikan firman Allah Ta’ala dalam surat al-A’raf :

       (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan MENGHALALKAN bagi mereka segala yang BAIK dan MENGHARAMKAN bagi mereka segala yang BURUK. (QS al A’raf 157)

Maka segala yang baik semisal daging, jeruk, apel, susu dll itu termasuk yang baik-baik sehingga
termasuk yang dihalalkan. Adapun yang buruk-buruk, maka Allah mengharamkannya.

Guru : Menurut saya, rokok itu termasuk thayyibaat (yang baik-baik), meskipun menurut Anda tidak baik
Syeikh : Anda punya istri?
Guru : ya
Syeikh : Anda punya anak?
Guru : ya
Syeikh : Jika anda melihat anak anda mengunyah permen, apakah anda ridha?
Guru : ya, tidak masalah
Syeikh : Kalau anda lihat anak anda sedang menghisap rokok, apakah anda ridha?
Guru : tidak
Syeikh : kenapa?
Guru : karena itu tidak baik (yakni termasuk sesuatu yang buruk)
Syeikh : Jika itu sesuatu buruk, bukankah masuk yang haram?

Bagaimana pula jika yang merokok itu istrimu?
Tiba-tiba sang guru mengeluarkan bungkusan rokok
dari sakunya, ia meremas degan tangannya lalu menginjak dengan kakinya, lalu ia berkata “Mulai sekarang wahai Syeikh, saya bertaubat kepada Allah dari rokok.” Walaupun sesuatu itu Halal, namun jika berlebihan dαή berakibat buruk/fatal, maka hukumnya akan menjadi keharaman untuk κita, apalagi sesuatu itu
sudah terlihat mudharatnya.


(Penerjemah: Abu Umar Abdillah)

 




         Semoga Cerpen tentang Rokok ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

Jumat, 14 November 2014

15 Kunci Rizki Untuk Muslim & Muslimah Yang Beriman dan Bertaqwa



        Allah dan Rosul-Nya telah memerintahkan kita untuk mencari rizki yang halal dan baik, yang tentunya dengan cara berusaha yang halal dan baik pula. Namun disamping itu Allah dan Rosul-Nya memberi jalan kepada kita dengan dibukanya kunci-kunci rizki yang tentu saja tanpa meninggalkan kasab (usaha).

Allah yang telah menciptakan dan menanggung rizki semua makhluk-Nya. Dan sudah keharusan bagi kita untuk mengembalikan semua perkara yang ghaib itu kepada Allah saja.


Inilah 15 kunci-kunci rizki yang dikabarkan kepada kita oleh Allah dan Rosul-Nya :

  • 1. Istighfar dan Taubat
         Nabi Nuh berkata kepada kaumnya : "Maka aku katakan kepada mereka, mohon ampunlah kepada Rabb-mu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) sungai-sungai". (QS Nuh : 10-12)

  • 2. Taqwa
       Fiman Allah : "Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya". (QS. Ath-Thalaq : 2-3)

  • 3. Bertawakkal (berserah diri) kepada Allah
       Rosulullah SAW bersabda : "Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi dengan perut lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang". (HSR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnul Mubarak, Ibnu Hibban, Al Hakim, Al Qudha'i dan Al Baghawi dari Umar bin Khaththab)

  • 4. Beribadah sepenuhnya kepada Allah semata
       Rosulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : "Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. (Dan) jika kalian tidak melakukannya, niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu". (HSR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Abu Hurairah t)

  • 5. Menjalankan Haji dan Umrah
       Rosulullah SAW bersabda : "Kerjakanlah haji dengan umrah atau sebaliknya. Karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran (karat) besi." (HSR Nasa'i. Hadits ini shahih menurut Imam Al Albani. Lihat Shahih Sunan Nasa'i.)

  • 6. Silaturrahim ( menyambung tali kekerabatan yang masih ada hubungan nasab )
       Rosulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturrahim" (HSR. Bukhari)

  • 7. Berinfaq dijalan Allah
       Allah berfirman : "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dialah sebaik-baiknya Pemberi rizki". (QS. Saba : 39)

  • 8. Memberi nafkah kepada orang yang menuntut ilmu
       Anas bin Malik berkata : "Dulu ada dua orang bersaudara pada masa Rasulullah SAW. Salah seorang mendatangi (menuntut ilmu) pada Rasulullah SAW, sedangkan yang lainnya bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Rasulullah SAW (lantaran ia memberi nafkah kepada saudaranya itu), maka Beliau bersabda : "Mudah-Mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia". (HSR.Tirmidzi dan Al Hakim, Lihat Shahih Sunan Tirmidzi)

  • 9. Berbuat baik kepada orang-orang lemah
      Mush'ab bin Sa'd t berkata, bahwasanya Sa'd merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain. Maka Rasulullah SAW bersabda : "Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang lemah diantara kalian?". (HSR. Bukhari)

  • 10. Hijrah dijalan Allah
      Allah berfirman : "Barangsiapa berhijrah dijalan Allah, niscaya mereka akan mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak". (QS. An Nisa : 100)

  • 11. Pahala orang-orang yang mati syahid
      Tak hanya itu, ada kunci Rizki yang lain yang kerap dilihat sebelah mata oleh banyak Kaum Muslimin, Yaitu Berjihad Fii Sabiillah dan meraih Pahala Mati Syahid Fii Sabilillah, diantaranya yaitu:

 Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati: bahkan mereka itu hidup [248] disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Dari Ubadah bin Samit r.a bahawa Nabi Muhammad SAW bersabda Bagi muslim yang mati Syahid di sisi Allah ada tujuh perkara:

a. Pertama dosanya diampuni sejak darahnya memancar
b. Dapat melihat tempatnya di Jannah
c. Dihiasi dengan perhiasan iman
d. Diselamatkan dari azab kubur dan aman dari kedahsyatan hari kiamat
e. Diberi mahkota kewibawaan, sebuah yaqut (mutiara) darinya lebih dari dunia dan seluruh isinya
f.  Dinikahkan dengan 72 bidadari
g. Dapat memberi syafaat kepada 70 ahli keluarganya (Riwayat Ahmad dan Thabrani)
h. Bau darahnya seperti aroma misik

“Demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya! Tidaklah seseorang dilukai dijalan Allah dan Allah lebih tahu siapa yang dilukai dijalan-Nya-melainkan dia akan datang pada hari kiamat: berwarna merah darah sedangkan baunya bau misik” (HR. Ahmad dan Muslim)

Dr. Abdullah Azzam menyampaikan, “Subhanallah ! Sungguh kita telah menyaksikan hal ini pada kebanyakan orang yang mati syahid. Bau darahnya seperti aroma misik (minyak kasturi). Dan sungguh disakuku ada sepucuk surat-diatasnya ada tetesan darah Abdul wahid (Asy Syahid, insya Allah) dan telah tinggal selama 2 bulan, sedangkan baunya wangi seperti misik.”

i. Tetesan darahnya merupakan salah satu tetesan yang paling dicintai Allah

“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas: tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah; dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban Allah” (HR. At Tirmidzi - hadits hasan)

j. Syahid itu tidak merasakan sakitnya pembunuhan

“Orang yang mati syahid itu tidak merasakan (kesakitan) pembunuhan kecuali sebagaiman seorang diantara kalian merasakan (sakitnya) cubitan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i - hadits hasan)
dan diriwayat yang shahih :

“Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan sentuhan pembunuhan kecuali sebagaimana salah seorang diantara kalian mendapatkan cubitan yang dirasakannya.”

  • 12. Iman, Hijrah dan Jihad :
       Dari surat At Taubah : 20

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di Jalan Alloh dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Alloh.

Mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”

  • 13. Jihad Fii Sabilillah dengan Jiwa dan Harta
       Surat Ash Shaff : 10, 11, 12 :

” Wahai orang-orang beriman! Maukah kamu Aku (Allah SWT) tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih??

   (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan rosul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.

   Niscaya Allah mengampini dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam Jannah (surga) yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan tempat-tempat tinggal yang baik di dalam Surga dan ITULAH KEMENANGAN YANG AGUNG.”

  • 14. Menikah dan Kehamilan adalah Rizki dari Allah
        Mail bin Yasar RA, meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Kawinilah wanita yang penyayang dan beranak banyak, karena (pada hari kiamat), akan berlomba-lomba dengan umat lain dan berbangga karena jumlahnya.”

Dalam Hadist lain Rosulullah SAW bersabda, “Bahkan bayi yang keguguran akan menarik ibunya kedalam jannah, apabila ia bersabar …”

Rosulullah SAW bersabda, “Apabila seorang wanita menyusui, maka setiap isapan susunya yang diberikan kepada anaknya, ia akan menerima pahala bagaikan telah menghidupkan makhluk dan apabila ia menyapih anaknya, maka para malaikat akan menepuk punggungnya dan berkata “selamat”, semua dosamu yang telah lalu diampuni, sekarang mulailah lagi,” (dosa-dosa kecil diampuni).

Rosulullah SAW bersabda pada putrinya Fatimah RA, “Wahai fatimah, jika wanita mengandung anak di perutnya, maka para malaikat akan memohonkan ampunan baginya, dan Allah SWT menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapuskan seribu kejelekannya. Ketika wanita itu merasa kesakitan karena melahirkan, maka Allah SWT menetapkan pahala para pejuang di jalan Allah SWT, jika ia melahirkan bayinya maka keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Dan akan keluar dari dunia dengan tidak membawa dosa apapun. Dikuburnya ditempatkan di taman-taman surga. Allah SWT memberinya pahala seribu ibadah haji dan umroh dan seribu malaikat memohon ampunan baginya hingga hari kiamat.”

  • 15. Bekerja atau berniaga Dengan Jujur, Ikhlas dan Profesional
         Sebagai penutup, tentu kunci rizki yang terakhir yang berkaitan dengan bekerja keras di dunia dan berusaha sekuat tenaga dengan jujur, ikhlas dan profesional sesuai dengan kemampuan ilmunya.

Semua ada prosesnya, bekerjalah dengan tekun dan berdoalah kepada Allah agar terus membuka pintu rizki yang halal dan dijauhkan dari rizki haram. Jaga hubungan dengan rekan kerja dan tampik suap apapun, hindari korupsi demi surga yang kekal...

Setahun, dua tahun hingga tahun-tahun kelima adalah perjuangan yang cukup berat, bersabarlah dan teruslah fokus bahwa Allah sebagai tujuan. Insya Allah akan diberikan jalan yang baik dan Allah lah sebaik-baik pemberi rizki. Allahu Ar Razaaq!

Subhanallah Begitu besar segala yang Allah SWT berikan kepada hambanya.
Demikianlah beberapa kunci-kunci rizki dalam Islam yang memang sudah selayaknya seorang muslim untuk yakin terhadap apa yang difirmankan Allah dan apa yang disabdakan Rosul-Nya supaya kita tidak terjerumus kedalam I'tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan yang bathil.




       
       Semoga artikel Tentang 15 Kunci Rizki Untuk Muslim & Muslimah Yang Beriman dan Bertaqwa ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid