Mbah Dalhar yang bernama lengkap KH. Nahrowi Dalhar, Watucongol dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Belum lama ini sosok Kyai Ahmad Abdul Haq meninggal dunia. Kyai kharismatik ini adalah putra dari Kyai Dalhar yang juga dikenal sebagai salah satu wali Allah yang masyhur di tanah Jawa. Mbah Dalhar begitu panggilan akrabnya adalah mursyid tarekat Syadziliyah dan dikenal sebagai seorang yang wara’ dan menjadi teladan masyarakat.
Kyai Haji Dalhar, Watucongol, Magelang 
dikenal sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma dan ketinggian 
ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu. Mbah Dalhar, 
begitu panggilan akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan 
umat Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu mursyid tarekat 
Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan banyak ulama yang mumpuni.
- Nasabnya
 
       Mbah Dalhar lahir pada 10 Syawal 
1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M) di Watucongol, 
Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Lahir dalam lingkungan keluarga santri 
yang taat. Sang ayah yang bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan 
Tuqo adalah cucu dari Kyai Abdurrauf. Kekeknya mbah Dalhar dikenal 
sebagai salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Adapun nasab 
Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau 
Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo 
juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.
- Masa Kanak-Kanak
 
     Semasa kanak–kanak, Mbah Dalhar belajar 
Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri. Pada 
usia 13 tahun baru mondok di pesantren. Ia dititipkan oleh ayahnya pada 
Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, 
Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di bawah bimbingan Mbah Mad Ushul , ia 
belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Kemudian tercatat juga mondok di Pondok 
Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen pada umur 15 tahun. Pesantren ini 
dipimpin oleh Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani 
atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Selama 
delapan tahun Mbah Dalhar belajar di pesantren ini. Selama itulah 
Mbah Kyai Dalhar berkhidmah di ndalem pengasuh. Hal itu terjadi atas dasar 
permintaan ayahnya kepada Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani
 Al-Hasani.
- Jalan Kaki dan Pemberian Nama
 
     Tidak hanya di daerah sekitar Mbah Dalhar
 menimba ilmu. Di Makkah Al-Mukaramah beliau berguru kepada beberapa alim 
ulama yang masyhur. Perjalalannya ke tanah suci untuk menuntut ilmu 
terjadi pada tahun 1314 H/1896 M. Mbah Dalhar diminta oleh gurunya,
 Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani
 putera laki–laki tertuanya Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani 
untuk menuntut ilmu di Mekkah. Syeikh As Sayid Ibrahim bin Muhammad 
Al-Jilani Al-Hasani berkeinginan menyerahkan pendidikan puteranya kepada
 shahib beliau yang menjadi mufti syafi’iyyah Syeikh As Sayid Muhammad 
Babashol Al-Hasani.
    Keduanya berangkat ke Makkah dengan 
menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Ada 
sebuah kisah menarik tentang perjalanan keduanya. Selama perjalanan dari
 Kebumen dan singgah di Muntilan, kemudian lanjut sampai di Semarang, 
Mbah Dalhar memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang 
dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Hal ini dikarenakan sikap takdzimnya 
kepada sang guru. Padahal Sayyid Abdurrahman telah mempersilahkan Mbah Dalhar agar naik kuda bersama.
Di Makkah (waktu itu masih bernama 
Hijaz), Mbah Dalhar dan Sayyid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama
 tempat para santri tinggal) Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani
 yaitu didaerah Misfalah.
        Sayyid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya 
sempat belajar pada Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3
 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hijaz untuk 
memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan 
sekutu. Sementara itu Mbah Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar 
ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol 
Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada
Mbah Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah SWT, Mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”.
Mbah Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah SWT, Mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”.
Ketika berada di Hijaz inilah Mbah Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari 
Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayyid 
Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu 
menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan.
- Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah.
 
       Sehingga pantas saja jika menurut riwayat
 shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, 
beliau adalah orang yang amat akrab dengan Nabiyullah Khidhr as. 
Sampai–sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidir karena tafaullan 
dengan Nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim 
walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah SWT ketika usianya 
belum menginjak dewasa.
        Selama di tanah suci, Mbah Dalhar 
pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit 
tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka 
hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam 
secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan 
riyadhah khusus untuk mendo'akan para keturunan beliau serta para santri-santrinya.
        Dalam hal adab selama ditanah suci, Mbah Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah 
Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah 
Haram.
Selain mengamalkan Dzikir jahr'ala 
thariqatis syadziliyyah, Mbah Dalhar juga senang melakukan dzikir 
sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirrnya ini, Mbah Dalhar
 dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam 
hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul 
Haq, beliau Mbah Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3
 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga, KH (Abuya) Dimyathi, Banten, dan kakek
 penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal (meninggalkan 
tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah Mbah Dalhar. Sampai 
dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat 
kebiasaan yang berlaku bagi para putera-putera di Watucongol.
- Murid dan Karya – karyanya
 
       Karya Mbah Dalhar yang sementara ini
 dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. 
Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil 
Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam 
thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam 
penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat 
diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq 
ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz 
bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, 
setelah menyusun kitab tersebut di Termas. Dimana pada saat tersebut 
belum muncul tashrifan ala Jombang.
      Banyak sekali tokoh-tokoh ulama terkenal 
negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920-1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo, KH Dimyati
 Banten, KH Marzuki, Giriloyo dan lain sebagainya. Sesudah mengalami 
sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Dalhar wafat pada hari Rabu
 Pon, 29 Ramadhan 1890 - Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April
 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. 
Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis 
Pahing. Semoga amal ibadah beliau di terima oleh Allah SWT dan semoga 
kesalahan-kesalahan beliau juga di ampuni oleh Allah SWT. Aamiin Yaa 
Rabbal ‘Aalamiin... 
Semoga artikel tentang Biografi KH. Nahrowi Dalhar Watucongol Magelang ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bis menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Amin
* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid



0 komentar:
Posting Komentar