Dia lulus wawancara awal.
Sekarang akan bertemu dengan seorang direktur untuk wawancara akhir.
Dari CV-nya sang direktur mengetahui bahwa prestasi akademis pemuda itu sangat baik.
Dia bertanya, "Apakah Anda mendapat beasiswa di sekolah ...?"
Pemuda itu menjawab, "NO".
"Siapa yang membayar biaya sekolah ...?"
"Orangtua," jawabnya.
"Di mana mereka bekerja ...?"
"Mereka bekerja sebagai tukang cuci pakaian."
Direktur meminta pemuda itu untuk menunjukkan tangannya.
Pemuda itu menunjukkan kedua tangannya yang halus dan sempurna.
"Pernahkah Anda membantu orangtua Anda mencuci pakaian?"
"Tidak pernah.
Orangtua saya selalu ingin saya belajar dan membaca buku lebih banyak.
Selain itu, orangtua saya bisa mencuci pakaian lebih cepat dari saya."
Direktur mengatakan,
"Saya punya permintaan.
Ketika Anda pulang hari ini, pergi dan bersihkan tangan orangtua Anda.
Temui saya besok pagi."
Pemuda itu merasa sedih.
Ketika ia kembali ke rumah, ia meminta orangtuanya membiarkan dia membersihkan tangan mereka.
Orangtuanya merasa aneh. Senang..., terharu... tapi dengan perasaan campur aduk, Mereka menunjukkan tangan mereka kepada sang anak.
Pemuda itu membersihkan tangan mereka perlahan-lahan.
Air matanya meleleh perlahan saat ia melakukan itu.
Ini adalah pertama kalinya ia melihat Tangan orangtuanya begitu kusut dan begitu banyak lecet di tangan mereka.
Beberapa luka lecet itu membuat mereka mengeluh sakit saat ia menyentuhnya, Ini adalah pertama kalinya pemuda itu menyadari bahwa sepasang tangan yang mencuci pakaian setiap hari inilah yang memungkinkan dia untuk membayar biaya sekolah.
Lecet-lecet di tangan adalah harga yang harus dibayar orang tuanya untuk pendidikan, kegiatan sekolah dan masa depannya.
Setelah membersihkan tangan orangtuanya, pemuda ìtu diam-diam mencuci semua pakaian yang masih tersisa.
Malam itu, orangtua dan anak berbincang untuk waktu yang sangat lama.
Keesokan paginya, pemuda itu pergi ke kantor direktur.
Direktur melihat airmata di mata pemuda itu, ketika ia bertanya :
"Apa yang telah Anda lakukan di rumah Anda kemarin ... ?"
Pemuda itu menjawab,
"Saya membersihkan tangan orangtua saya, juga mencuci semua pakaian yang tersisa sampai selesai."
"Pelajaran apa yang Anda peroleh ...? "
"Saya sekarang tahu apa artinya cinta dan pengorbanan orang tua saya.
Tanpa orangtua saya, saya tidak akan menjadi diri saya hari ini ..."
Dengan membantu orangtua saya, saya baru menyadari betapa sulit mencapai tujuan kalau dilakukan sendiri. Saya menghargai pentingnya saling membantu dalam keluarga."
Direktur mengatakan,
"Inilah yang saya cari pada diri seorang manajer.
Saya ingin merekrut orang yang dapat menghargai bantuan orang lain.
Orang yang tahu penderitaan orang lain untuk menyelesaikan sesuatu,
Orang yang tidak menempatkan uang sebagai satu-satunya tujuan hidup."
"Anda diterima kerja."
Wahai para orang tua ...
Seorang anak, yang terlalu dilindungi, dimanjakan apa pun yang ia mau, akan mengembangkan "mentalitas hak" dan akan selalu mengutamakan dirinya sendiri. Dia akan mengabaikan upaya orangtuanya.
Jika kita menjadi orangtua yang terlalu melindungi, bukan berati mencintai anak-anak dengan cara yang benar. Bukankah malah menghancurkan mereka...?
Boleh membiarkan anak tinggal di sebuah rumah besar, makan makanan yang baik, belajar piano, menonton TV layar lebar.
Tapi ketika kita membersihkan rumah, ajak mereka juga melakukannya.
Setelah makan, biarkan anak-anak mencuci piring dan mangkuk sendiri.
Bukan karena tidak punya uang untuk menyewa pembantu, tetapi karena ingin mencintai anak-anak dengan cara yang benar. Agar mereka mengerti, kendati orangtua mampu.
Suatu hari kita akan menjadi tua dan tak berdaya. Betapa bahagia mempunyai anak yang mengerti.
Didik dan bimbinglah anak kita agar belajar bagaimana menghargai jerih payah orang tua, juga orang orang lain dalam mencapai tujuan.
Semoga Cerpen tentang Cinta dan Pengorbanan Orangtua ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin
* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid
0 komentar:
Posting Komentar