Apakah boleh bagi seorang muslim memberikan suara (baca: nyoblos) dalam pemilu? Apakah boleh memberikan suara kepada caleg non-muslim (yang kafir)?
Jawab:
Kaum muslimin tidak boleh memberikan suara kepada
calon non muslim. Tindakan tersebut berarti memuliakan dan meninggikan posisi
orang kafir serta memberi jalan bagi orang kafir agar bisa menguasai kaum
muslimin. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan
kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (QS.
An Nisa’: 141)
Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan
salam dari Allah senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Keluarga, Para sahabat dan kita Selaku Umatnya.
[Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdullah bin
Qu’ud dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan selaku anggota, Syaikh ‘Abdur Rozaq
‘Afifi selaku wakil ketua, dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
sebagai ketua]
Ada yang berdalil dengan kesahan memilih caleg
non-muslim dengan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, di mana ia
bercerita,
وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى
دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar
mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia
adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR. Bukhari no. 2264).
Ini memang menjadi dalil para ulama akan bolehnya
mempekerjakan orang kafir. Namun pembolehannya dengan syarat:
- Orang kafir tidak memiliki kekuasaan menguasai kaum muslimin
- Orang kafir tidak merasa di atas kaum muslimin.
Jadi sah-sah saja jika mempekerjakan orang kafir di
pabrik atau untuk proyek pembangunan. Sebagaimana Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bekerjasama dalam Mudhorobah (usaha bagi hasil) untuk mengurus
tanaman dengan seorang Yahudi dari Khoibar. Yahudi tersebut lalu mendapatkan
separuh dari hasil panen. Adapun jika mempekerjakan non-muslim lantas mereka
memiliki kekuasaan pada kaum muslimin atau mereka bisa mengorek berita-berita
kaum muslimin, maka seperti ini tidak dibolehkan. Lihat Tadzhib Tashil Al
‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 238, karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al
Jibrin.
Jika kita melihat kembali hadits Bukhari yang
disebutkan di atas, diterangkan bahwa non-muslim tersebut bertindak sebagai
penunjuk jalan saja, bukan ingin memperjuangkan Islam. Itu pun termasuk bentuk
tolong menolong yang mubah selama syarat di atas yang kami sebutkan terpenuhi.
Sedangkan dalam hal Pemilu, jika caleg non-muslim yang dipilih, maka mustahil
ia bisa memperjuangkan Islam di negeri minoritas muslim. Jika yang muslim saja
tidak bisa memperjuangkan dakwah Islam di negeri minoritas, bagaimana sampai
mengharap dari non-muslim? Apa jika caleg non-muslim terpilih bisa mengajak
masyarakat muslim untuk shalat dan menunaikan kewajiban yang lain? Lebih aneh
lagi jika yang jadi caleg adalah seorang pendeta dan ia disuruh menyuarakan
Islam. Padahal kita tahu sendiri bahwa pendeta itulah yang paling benci pada
Islam. Lantas bagaimana bisa jadi penolong atau mau dianalogikan dengan
penunjuk jalan di atas?!
Ditambah lagi jika kita kembali di awal dengan
mengkritik sistem demokrasi yang jelas menyelisihi prinsip Islam. Dan tidak
pernah di negeri kita ini dijumpai partai yang memperjuangkan Islam dengan masuk
Parlemen bisa berhasil menegakkan syari’at Islam di tanah air. Bagaimana mungkin
para Kyai bisa mengalahkan para preman lewat sistem demokrasi yang menghalalkan
segala cara?!
Yang bisa menyadari hal ini jika ia masih membuka hati
dan menerima kebenaran.
Hanya Allah yang memberi hidayah dan taufik.Semoga artikel tentang Hukum Memilih Calon Pemimpin non-Muslim ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Amin
* Salam UKhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid
0 komentar:
Posting Komentar