Senin, 08 Desember 2014

Biografi Ummu Umarah - Pahlawan Wanita Kebanggaan Islam


      

     Ummu 'Imarah Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an- Najar yang nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka’ab bin Amru bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah. Beliau wanita yang bersegera masuk Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan Anshar yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Disamping memiliki sisi keuatmaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, kesatria, dan tidak takut mati di jalan Allah.Nusaibah r.a ikut pergi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama kedua anaknya dari suami yang pertama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan Hubaib. Di siang hari beliau memberikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-poranda beliau segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk menjaga keselamatan Rosulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau berperang dengan dahsyat. Beliau menggunakan ikat pinggang pada perutnya hingga terluka sebanyak tiga belas tempat. Yang paling parah adalah luka pada pundaknya yang terkena senjata dari musuh Allah yang bernama Ibnu Qami’ah yang akhirnya luka tersebut diobati selama satu tahun penuh hingga sembuh. Nusaimah r.a sempat mengganggap ringan lukanya yang berbahaya ketika penyeu Rosulullah SAW berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan bajunya, akan tetapi tidak mampu untuk menghentikan cucuran darahnya.

     Ummu Umarah menuturkan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, “Aku melihat orang-orang sudah menjauhi Rosulullah SAW hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh orang. Saya, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang- orang koca-kacir. Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki yang mundur sambil membawa perisai. Beliau bersabda, ‘Berikanlah perisaimu kepada yang sedang berperang!’ Lantas ia melemparkannya, kemudian saya mengambil dan saya pergunakan untuk melindungi Rosulullah SAW. Ketika itu yang menyerang kami adalah pasukan berkuda, seandainya mereka berjalan kaki sebagaimana kami, maka dengan mudah dapat kami kalahkan insyaAllah. Maka tatkala ada seorang laki-laki yang berkuda mendekat kemudian memukulku dan aku tangkis dengan perisaiku sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan pedangnya dan akhirnya dia hendak mundur, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh terguling. Kemudian ketika itu Nabi berseru, ‘Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu… bantulah ibumu….’ Selanjutnya putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya.” (Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/412).

Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, “Aku terluka. Pada saat itu dengan luka yang parah dan darah tidak berhenti mengalir, maka Nabi SAW bersabda, ‘Balutlah lukamu!’ Sementara ketika itu Ummu Umarah sedang menghadapi musuh, tatkala mendengar seruan Nabi, ibu menghampiriku dengan membawa pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi SAW berdiri, ketika itu ibu berkata kepadaku, ‘Bangkitlah bersamaku dan terjanglah musuh!’Hal itu membuat Nabi SAW bersabda, ‘Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau pebuat ini wahai Ummu Umarah?’

Kemudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rosulullah SAW bersabda, “Inilah yang memukul anakmu wahai Ummu Umarah!” Ummu Umarah becerita, “Kemudian aku datangi orang tersebut kemudian aku pukul betisnya hingga roboh.” Ummu Umarah melihat ketika itu Rosulullah SAW tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihata gigi geraham beliau, beliau bersabda, “Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Umarah.” Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi SAW bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan menyejukkan pandanganmu dengan kelelahan musuh-musuhmu dan dapat membalas musuhmu di depan matamu.” (Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/413 — 414).

Selain pada Perang Uhud, Ummu Umarah juga ikut pada dalam bai’atur ridwan bersama Rosulullah SAW dalam Perang Hudaibiyah, dengan demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain. Ketika Rosulullah SAW wafat, ada beberapa kabilah yang murtad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang yang murtad tersebut. Maka, bersegeralah Ummu Umarah mendatangi Abu Bakar dan meminta ijin kepada beliau untuk bergabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang murtad dari Islam. Abu Bakar Ash-Shidiq berkata kepadanya, “Sungguh aku telah mengakui peranmu di dalam perang Islam, maka berangkatlah dengan nama Allah.” Maka, beliau berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib bin Zaid bin Ashim.

Di dalam perang ini, Ummu U
marah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang tersebut putranya tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan berbagai macam siksaan agar mau mengakui kenabian Musailamah al-Kadzab. Akan tetapi, bagi putra Ummu Umarah yang telah terbiasa di didik untuk bersabar tatkala berperang dan telah di didik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompomi sekalipun diancam. Tejadilah dialog antarnya dengan Musailamah:

Musailamah: Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rosulullah?

Hubaib: Ya

Musailamah: Engkau bersaksi bahwa aku adalah Rosulullah?

Hubaib: Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu.

Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong- motong tubuh Hubaib hingga tewas.


        Suatu ketika Ummu Umarah ikut serta dalam perang Yamamah bersama putranya yang lain, yaitu Abdullah. Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang telah membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh adalah putra beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara kandungnya. Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekerja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala Ummu Umarah mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada Allah.

Ummu Umarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah. Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar Ash-Shidiq pernah mendatangi beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan beliau. Khalid si pedang Islam membantu atas penghormatannya, dan seharusnyalah kaum muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau sungguh telah mengukir sejarahnya dengan tinta emas.

Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi (Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia)



      

        S
emoga Artikel tentang Biografi Ummu 'Imarah - Pahlawan Wanita Kebanggaan Islam ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

0 komentar:

Posting Komentar