Sabtu, 07 Februari 2015

Sebutir Nasi


     
     
     Hidup ini harus dihargai, sama seperti kita menghargai Sebutir Nasi. Apa yang saya lihat kemarin merupakan suatu kesedihan, menjadi pikiran saya selama beberapa hari hanya karena seseorang membuang nasi ke dalam tong sampah.

Bukan ingin memuji diri sendiri, tapi saya memang menempatkan diri sebagai sebutir nasi, itu sebabnya saya berusaha untuk tidak membuang sebutir nasi pun. Ketika sedang menanak nasi, saya usahakan semua beras masuk ke dalam panci, jangan sampai ada yang terbuang. Ketika sedang mengambil nasi, saya usahakan untuk tidak menjatuhkan sebutir nasi pun. Ketika selesai makan pun saya berusaha membersihkan piring dari sisa-sisa nasi sehingga piring menjadi bersih, bukan hanya piring, jari-jari pun tidak luput saya seruput dari sisa nasi. Itulah pengabdian sederhana saya kepada sebutir nasi.

Maka terbayang bagi Anda bila saya melihat orang lain membuang nasi dengan seenaknya. Sedih? Tentu saja karena membayangkan betapa beratnya pekerjaan seorang petani untuk menghasilkan beras dan betapa sulitnya orang-orang untuk membeli beras, membuat saya semakin menghargai sebutir nasi. Tetapi mengapa bagi sebagian orang betapa mudahnya membuang nasi? Entahlah, saya juga tidak tahu.

Pada hakekatnya membuang nasi atau makanan lainnya merupakan tindakan pemubaziran, membuang-buang rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Banyak macam himbauan yang menyebarkan informasi tentang sulitnya orang-orang mendapatkan makanan, kelaparan, bahkan hingga meninggal karena laparnya, tetapi banyak juga orang yang hanya merasa kasihan dan tidak berbuat apa pun untuk lebih menghargai makanan.

Di sudut sana ada orang-orang yang sedang terlilit kesulitan dan menderita kelaparan, mengais-ngais di antara sisa-sisa makanan, mengonsumsi nasi aking yang tidak ada gizinya sama sekali, atau memakan tumbuhan lainnya sebagai pengganti makanan pokok. Sedangkan di sudut sana, orang-orang dengan ceria makan di tempat mewah, memesan segala bentuk makanan yang tidak hanya bergizi tapi juga bernilai ekonomis tinggi, dan mereka tidak perlu susah payah untuk mendapatkan makanan kesukaannya, tinggal telepon, menggesek kartu atau membayar dengan tunai, dan kemudian langsung menyantapnya.

       Dunia ini memang selalu berada di dua sisi yang berbeda, saling membelakangi, saling mencemburui, saling berkompetisi, dan harus ekstra keras untuk saling melengkapi. Bagaikan pandangan yang berbeda dari setiap orang tentang sebutir nasi. Kumpulan nasi yang tersedia di atas piring, tinggal disantap untuk mengenyahkan rasa lapar menjadi kumpulan berkah yang akan masuk menjalari darah, atau menjadi kesia-siaan dan kemubaziran semata.

Kembali kepada Anda, bagaimana pandangan Anda terhadap sebutir nasi. Saya jadi ingat tentang kalimat pendek yang sering diucapkan oleh orang tua dulu ketika saya kecil dan sedang disuapi makan, "Ayo habiskan nasinya. Kalau tidak habis nanti nasinya nangis lho".

Saya mengerti sekarang, bila kita tidak menghabiskan nasi maka dia benar-benar akan menangis, dan saya juga ikutan menangis. Jadi, bila Anda benar-benar ingin berubah, benar-benar ingin menghargai sebutir nasi, dan bukan hanya karena rasa kasihan sementara waktu, maka berusahalah untuk memakan semua nasi yang ada di piring Anda, bila perlu jangan sisakan sebutir nasi pun pada sendok atau tangan Anda.





       Semoga Cerpen Tentang Sebutir Nasi ini bisa bermanfaat, menginspirasi dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan kita. Aamiin

* Salam Ukhuwah Islamiyah dari Andi Ibnoe Badawi Mazid

1 komentar:

rudy gunawan mengatakan...

sangat menginspirasi......jazakalloh khoir....

Posting Komentar